CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

Rabu, 24 April 2013



proposal penelitian pertanian
I.     Latar Belakang
Cabai atau lombok (bahasa Jawa) adalah sayuran buah semusim yang termasuk dalam anggota genus Capsicum yang banyak diperlukan oleh masyarakat sebagai penyedap rasa masakan (Sunaryono, 2003). Salah satu tanaman cabai yang banyak dibudidayakan di Indonesia adalah tanaman cabai merah. Cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan komoditas sayuran yang banyak digemari oleh masyarakat. Ciri dari jenis sayuran ini adalah rasanya yang pedas dan aromanya yang khas, sehingga bagi orang-orang tertentu dapat membangkitkan selera makan. Karena merupakan sayuran yang dikonsumsi setiap saat, maka cabai akan terus dibutuhkan dengan jumlah yang semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk dan perekonomian nasional (Setiawati, 2005).
Cabai merah mengandung berbagai macam senyawa yang berguna bagi kesehatan manusia. Kandungan vitamin dalam cabe adalah A dan C serta mengandung minyak atsiri, yang rasanya pedas dan memberikan kehangatan bila kita gunakan untuk rempah-rempah (bumbu dapur). Sun et al. (2000). melaporkan cabai merah mengandung anti oksidan yang berfungsi untuk menjaga tubuh dari radikal bebas. Radikal bebas yaitu suatu keadaan dimana suatu molekul kehilangan atau kekeurangan elektron, sehingga elektron tersebut menjadi tidak stabil dan selalu berusaha mengambil elektron dari sel-sel tubuh kita yang lainnya. Kandungan terbesar anti oksidan dalam cabai terdapat pada cabai hijau. Cabai juga mengandung Lasparaginase dan Capsaicin yang berperan sebagai zat anti kanker (Kilham 2006; Bano & Sivaramakrishnan 1980).
Cabai merah (Capsicum annum L.) banyak dibudidayakan oleh petani Indonesia selain karena manfaatnya bagi kesehatan juga karena cabai merah memiliki harga jual yang cukup tinggi. Purwanto (2007), menyatakan bahwa cabai menempati urutan paling atas diantara delapan belas jenis sayuran komersial yang dibudidayakan di Indonesia selama beberapa tahun teakhir ini. Oleh karena itu permintaan cabai merah cenderung meningkat tiap tahunnya. Gani (2011) mengatakan bahwa, berdasarkan pemantauan harga disejumlah pasar terhadap komoditas cabai. Harga cabai merah keriting naik 25 persen dari Rp 40.000/kg menjadi Rp 50.000/kg, cabai merah besar naik 50 persen dari Rp 40.000/kg kini menjadi Rp 60.000/kg. Hal yang sama juga berlaku untuk cabai rawit yang naik 33 persen dari semula Rp 60.000/kg menjadi Rp 80.000/kg. Permintaan akan cabai yang meningkat dari waktu kewaktu ini menyebabkan cabai dapat diandalkan sebagai komoditas ekspor nonmigas. Hal ini terbukti dari enam besar komoditas sayuran segar yang diekspor (seperti bawang merah, tomat, kentang, kubis dan wortel) cabai termasuk salah satunya (Prajananta, 2007).
Menurut data statistik Indonesia tahun 2009, luas panen, produksi dan hasil perhektar cabai besar NTB adalah 8,08 ton/ha, masih jauh di atas Bali yang hasil panen perhektaranya 11,55 ton/ha. Namun jika kita bandingkan dengan hasil panen perhektar cabai merah NTT yang jumlahnya sebesar 5,87 ton/ha, maka produksi cabai merah NTB masih jauh lebih besar. Begitupun jika kita bandingkan dengan pulau Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Maluku yang rata-rata hasil panen perhektarnya sebesar 6,03 ton/ha, 7,56 ton/ha, 5,19 ton/ha, 4,00 ton ha dan 4,57 ton/ha, maka hasil produksi tanaman cabai besar NTB masih jauh lebih tinggi (BPS-Indonesia, 2010).
Data statistik produksi tanaman cabai provinsi NTB pada tahun 2007 adalah sebesar 2.676 ton/ha dengan luas areal panen sebesar 446 ha (BPS, 2007). Jika dibandingkan dengan data hasil sensus Badan Pusat Statistik Nusa Tenggara Barat tahun 2003-2006 tentang produksi tanaman cabai NTB dengan luas areal tanam dimana pada tahun 2003 adalah sebesar 488 ha meningkat menjadi 810 ha pada tahun 2004. Pada tahun 2005 luas areal tanaman menurun menjadi 549 ha sampai pada tahun 2006 menurun lagi menjadi 455 ha ( BPS, 2007). Produksi tanaman cabai merah berturut-turut adalah sebesar 2.179 ton pada tahun 2003 meningkat menjadi 3.904 ton pada tahun 2004. Kemudian pada tahun 2005 produksinya menurun sebesar 1.867 ton dan pada tahun 2006 produksinya menurun menjadi 1.825 ton (BPS 2007). Data diatas menununjukkan bahwa produksi tanaman cabai mengalami penurunan dari tiap tahunnya. Penurunan produksi ini disebabkan karena semakin berkurangnya luas areal tanam cabai merah. Dengan semakin sempitnya luas areal tanam cabai ini menujukkan bawa peluang bisnis tanaman cabai merah meimilki prospek karena suplai dari tahun ke tahun belum mencukupi (Bakarauddin, 2011).
Bertanam cabai dihadapkan dengan berbagai masalah (resiko) diantaranya: teknis budidaya, kekahatan hara dalam tanah, serangan hama dan penyakit. Maka dari itu perlu dukungan teknologi budidaya intensif baik itu terkait dengan pemupukan, proses pengolahan lahan, pemeliharaan, maupun penerapan-penerapan teknologi tepat guna sederhana dalam membudidayakannya (Prabowo, 2011). Pemberian unsur hara yang tepat sesuai dengan kebutuhan, waktu tanam dan penempatan hara pada daerah serapan akar juga menjadi pendukung dalam keberhasilan budidaya tanaman cabai. Salah satu cara untuk meningkatkan produksi cabai besar sekaligus menanggulangi bayaknya permintaan masyarakat tersebut adalah dengan manajemen pemupukan yang menjadi bagian dari intensifikasi pertanian (Suriyadikarta, 2006).
Pemupukan merupakan tindakan yang bertujuan untuk menambah unsur hara yang sudah berada dalam tanah, memberikan unsur hara yang memang belum tersedia dalam tanah dan mengganti unsur hara yang diangkut oleh tanaman melalui panen. Sedangkan bahan penyubur tanaman yang ditambahkan kedalam tanah atau diberikan langsung kepada tanaman melalui penyemprotan pada permukaan daun disebut dengan pupuk (Mulyati dan Lolita, 2010). Sejarah mencatat bahwa penggunaan pupuk kimia meningkatkan produksi pertanian karena terbukti mampu memenuhi kebutuhan pangan penduduk dunia yang terus meningkat populasinya. Namun akibat penggunaan pupuk kimia yang terus menerus tersebut dapat mengganggu keseimbangan kimia tanah sehingga produktifitas tanah menurun (Soleh, 2011).
Pemakain pupuk kimia secara terus menerus menyebabkan terjadinya residu yang berlebihan dalam tanah. Tumpukan residu pupuk ini dalam tanah akan menjadi racun tanah yang mengakibatkan tanah menjadi sakit. Pada tanah yang sakit ini akan terjadi degradasi mikrobia pengendali keseimbangan kesuburan tanah, ketidak seimbangan hara, dan munculnya mutan-mutan hama dan penyakit tanaman. Menurut Go Ban Hong (1998), berbagai upaya program intensifikasi pada lahan sawah tidak lagi memberikan kontribusi pada peningkatan produktifitas lahan karena telah mencapai titik jenuh (Leveling Off) tetapi sebaliknya produktifitas lahan justru cenderung menurun. Disamping itu juga penggunaan pupuk sebagai salah satu sumber nutrisi tanaman apabila diberikan secara tidak bijaksana dapat menyebabkan penurunan kualitas dan produksi tanaman, dapat menimbulkan pencermaran lingkungan hidup dan dapat menurunkan ketahanan alami tanaman melawan gangguan lingkungan, hama dan penyakit.
Dampak dari Leveling off ini terjadi salah satunya pada penurunan produksi tanaman cabai merah. Hal ini terbukti dari penurunan kadar total karbon (C) dan pemadatan atau pengerasan lapisan olah tanah dibeberapa sentra produksi cabai di Indonesia. Di Berebes, Jawa Tengah, dosis penggunaan pupuk buatan tanaman cabai merah ditingkat petani adalah sangat tinggi, yakni 320 kg Urea, 150 kg KCL, 686 kg CaO, 123 kg MgO, dan 919kg S/ha. Jumlah pemakain pupuk ini sangat jauh melebihi dosis pupuk berimbang yang direkomendasikan oleh Balai Penelitian Tanaman Sayuran (Balitsa), yaitu 200 kg N, 150 kg P205 dan 100 K2O/ha (Martodireso, 2011). Widadi (2011) Juga mengungkapkan bahwa dampak lain dari penggunaan pupuk buatan pada dosis yang sangat tinggi adalah terjadinya penumpukan (Akumulasi) beberapa logam berat dan nitrat pada produk sayuran cabai merah. Karena pemakaian pupuk buatan yang berlebihan sangat berbahaya maka aplikasi pupuk organik dan pupuk alam menjadi alternatif dalam mengemabangkan pertanian yang ramah lingkungan.
Pupuk organik adalah pupuk yang berasal dari sisa-sisa tanaman, hewan atau manusia seperti pupuk kandang, pupuk hijau, dan kompos baik yang berbentuk cair maupun padat. Pupuk organik bersifat bulky dengan kandungan hara makro dan mikro rendah sehingga perlu diberikan dalam jumlah banyak. Manfaat utama pupuk organik adalah dapat memperbaiki kesuburan kimia, fisik dan biologis tanah, selain sebagai sumber hara bagi tanaman. Secara lebih spesifik keuntungan dari penggunaan pupuk organik antara lain: memperbaiki struktur tanah, sumber unsur hara bagi tanaman, menambah kandungan humus tanah, meningkatkan aktifitas jasad renik, meningkatkan kapasitas menahan air (water holding capacity), mengurangi erosi dan pencucian nitrogen terlarut, meningkatkan kapasitas tukar kation dalam tanah (Deviana, 2000), meningkatkan daya sangga (buffering capasity) terhadap perubahan drastis sifat tanah, meningkatkan kerja mikrobia tanah dalam proses dekomposisi bahan organik. Suriadikarta (2006) menambahkan bahwa pupuk organic akan membentuk senyawa kompleks dengan ion logam yang meracuni tanaman seperti Al, Fe, dan Mn.
Salah satu sumber pupuk orgnaik yang paling sering digunakan sebagai pupuk organik adalah pupuk kandang sapi. Satu ekor sapi dewasa dapat menghasilkan 23,59 kg kotoran tiap harinya. Dan dengan kandungan unsur N, P dan K yang tertera seperti pada tabel berikut.
Tabel Kandungan unsur hara pada pupuk kandang yang berasal dari beberapa ternak.
·         Jenis ternak Unsur hara (kg/ton)
Ø  N P K
Ø  Sapi perah 22,0 2,6 13,7
Ø  Sapi potong 26,2 4,5 13,0
Ø  Domba 50,6 6,7 39,7
Ø  Unggas 65,8 13,7 12,8
Disamping menghasilkan unsur-unsur makro tersebut, pupuk kandang sapi juga menghasilkan sejumlah unsur hara mikro, seperti Fe, Zn, Bo, Mn, Cu, dan Mo. Jadi dapat dikatakan bahwa, pupuk kandang ini dapat dianggap sebagai pupuk alternatif untuk mempertahankan produksi tanaman (Pujianto, 2011).
Pemanfaatn limbah biogas urin sapi yang selajutnya di sebut Bio Sllurry merupakan salah satu bentuk dan alternatif lain dari penggunaan pupuk organik bagi tanaman cabai merah. Pemanfaatn limbah biogas urin sapi sebagai pupuk tidak mengurangi nilai pentingnya sebagai pupuk, karena pada saat dimanfaatkan sebagai bahan bakar yang diambil cuma metananya saja (CH¬4). Dari sekian banyak kotoran ternak yang terdapat di daerah sentra produksi ternak banyak yang belum dimanfaatkan secara optimal sebagian diantaranya terbuang begitu saja, sehingga sering merusak lingkungan yang akibatnya akan menghasilkan bau yang tidak sedap.
Begitupula untuk limbah biogas urin sapi ini. Jika tidak mendapat penanganan yang tepat tentu akan menimbulkan pencemaran bagi lingkungan sekitar (Rahayu, 2005).
Dari uraian diatas maka perlu dilakukan penelitian mengenai Aplikasi Pupuk Organik (Limbah Biogas) Sebagai Alternatif untuk Mengurangi Penggunaan Pupuk Anorganik Pada Tanaman Cabai Merah (Capsicum annuum L.).
·         Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Ø  TujuanPenelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dosis perbandingan pupuk organik dengan anorganik dalam menekan penggunaan pupuk anorganik aplikasinya terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman cabai besar.

Ø  Kegunaan Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan untuk menggunakan pupuk organik dalam budidaya cabai merah serta tambahan informasi bagi peneliti selanjutnya.

Ø  Hipotesis
Untuk mengarahkan jalannya penelitian ini maka diajukan hipotesis bahwa penggunaan jenis pupuk dengan dosis perbandingan yang berbeda pada tanaman cabai merah akan memberikan hasil yang berbeda-beda.


II.          Tinjauan pustaka

·         Tanaman Cabai
Cabai merupakan tanaman sayuran buah semusim yang diperlukan oleh seluruh lapisan masyarakat sebagi bumbu atau penyedap makanan. Tanaman cabai memiliki banyak nama populer diberbagai negara. Namun secara umum tanaman cabai disebut sebagai pepper atau chili. Nama pepper lebih umum digunakan untuk menyebut berbagai jenis cabai besar, cabai manis, atau paprika. Sedangkan chili, biasanya digunakan untuk menyebut cabai pedas, misalnya cabai rawit. Di Indonesia sendiri, penamaan cabai juga bermacam-macam tergantung daerahnya. Cabai sering disebut dengan berbagai nama lain, misalnya, lombok, mengkreng, rawit, cengis, cengek, Sebie dan sebutan lainnya (Anonim, 2011 a).

·         Sejarah Penyebaran
Ditinjau dari segi sejarahnya. Tanaman cabai berasal dari dunia baru (Meksiko, Amerika Tengah dan Pegunungan Andes di Amerika Selatan), kemudian menyebar ke Eropa pada abad ke-15. Kini tanaman cabai sudah mulai menyebar ke berbagai Negara tropik, terutama di Asia, Afrika Tropika, Amerika Selatan dan Karibia. Di Indonesia, tanaman cabai tersebar luas diberbagai daerah seperti: Purworejo, Kebumen, Tegal, Pekalongan, Pati, Padang, Bengkulu dan lain sebaginya (Sunaryono, 2003).

·           Klasifikasi tanaman cabai
Secara umum klasifikasi tanaman cabai adalah sebagai berikut:
Ø  Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Ø  Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Ø  Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Ø  Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Ø  Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Ø  Sub Kelas : Asteridae
Ø  Ordo : Solanales
Ø  Famili : Solanaceae (suku terung-terungan)
Ø  Genus : Capsicum
Ø  Spesies : Capsicum annum L.
Cabai masuk dalam suku terong-terongan (Solanaceae) dan merupakan tanaman yang mudah ditanam di dataran rendah ataupun di dataran tinggi. Tanaman cabai banyak mengandung vitamin A dan vitamin C serta mengandung minyak atsiri capsaicin, yang menyebabkan rasa pedas dan memberikan kehangatan dan panas bila digunakan untuk rempah-rempah (bumbu dapur). Cabai dapat ditanam dengan mudah sehingga bisa dipakai untuk kebutuhan sehari-hari tanpa harus membelinya di pasar. Tanaman cabai cocok ditanam pada tanah yang kaya humus, gembur dan sarang serta tidak tergenang air (Prabowo, 2011).
·         Morfologi tanaman cabai besar
Cabai merah termasuk tanaman semusim (setahun) yang berbentuk perdu, tingginya bisa mencapai 11/2 m atau lebih.Daun, Daunnya bervariasi menurut spesies dan varietasnya. Ada daun yang berbentuk oval, lonjong, bahkan ada yang lanset. Warna permukaan daun bagian atas biasanya hijau muda, hijau, hijau tua, bahkan hijau kebiruan. Sedangkan permukaan daun pada bagian bawah umumnya berwarna hijau muda, hijau pucat atau hijau. Permukaan daun cabai ada yang halus adapula yang berkerut-kerut. Ukuran panjang daun cabai antara 3 – 11 cm, dengan lebar antara 1 – 5 cm (Suanryono, 2003).
Batang, batang pada tanaman cabai merah tidak berkayu. Bentuknya bulat sampai agak persegi dengan posisi yang cenderung agak tegak. Warna batang kehijaun sampai keunguan dengan ruas berwarna hiaju atau ungu. Pada batang-batang yang telah tua (batang paling bawah), akan muncul warna coklat seperti kayu. Ini merupakan kayu semu yang diperoleh dari pengerasan jaringan parenkim. Biasanya batang akan tumbuh sampai ketinggian tertentu, kemudian membentuk banyak percabangan (Sunaryono, 2003).
Akar, akar tanaman cabai memiliki perakaran yang cukup rumit. Akar tunggangnya dalam dengan susunan akar sampingnya (serabut) yang baik. Biasanya di akar terdapat bintil-bintil yang merupakan hasil simbiosis dengan beberapa mikroorganisme (Prabowo, 2011).
Bunga, Bunga tanaman cabai merupakan bunga sempurna. Artinya dalam satu tanaman terdapat bunga jantan dan bunga betina. Pemasakan bunga jantan dan bunga betina dalam waktu yang sama (atau hampir sama), sehingga tanaman dapat melakukan penyerbukan sendiri. Bunga berbentuk bintang, biasanya tumbuh pada ketiak daun, dalam keadaan tunggal atau bergerombol dalam tandan. Dalam satu tandan biasanya terdapat 2 – 3 bunga saja. Mahkota bunga tanaman cabai warnanya putih, putih kehijauan, dan ungu. Diameter bunga antara 5 – 20 mm. Tiap bunga memiliki 5 daun buah dan 5 – 6 daun mahkota (Prabowo, 2011).
Buah, Buah cabai merupakan bagian tanaman cabai yang paling banyak dikenal dan memiliki banyak variasi. Menurut Sanders et. al. (1998), buah cabai terbagi dalam 11 tipe bentuk, yaitu serrano, cubanelle, cayenne, pimento, anaheim chile, cherry, jalapeno, elongate bell, ancho, banana, dan blocky bell. Namun menurut Peet (2001), hanya ada 10 tipe bentuk buah cabai, di mana tipe elongate bell dan blocky bell dianggap sama (Sudarman, 2006).
·        Syarat Tumbuh Tanaman Cabai Merah
Beberapa syarat tumbuh tanaman cabai merah diantaranya adalah keadaan iklim, suhu dan keadaan tanah, uraian ketiganya adalah sebagai berikut:

A.    Keadaan Iklim
Tanama cabai lebih senang tumbuh di daerah yang tipe iklimnya lembab sampai agak lembab, daerah yang memiliki tipe iklim ABACD, BABC, CABC, DABC (Menrut Schmidt dan Ferguson). Tanaman cabai tidak senang terhadap curah hujan lebat, tetapi pada stadia tertentu perlu banyak air. Di daerah yang iklimnya sangat basah tanaman mudah terserang penyakit daun seperti bercak hitam (Antraknosa). Oleh karena itu tanaman cabai sangat baik ditanam pada awal musim kemarau. Pada musim hujan tanaman juga mudah mengalami tekanan (stress), sehingga bunganya sedikit, dan banyak bunga yang tidak mampu menjadi buah. Kalaupun bisa berbuah, buahnya akan mudah sekali gugur karena tekanan air hujan yang lebat (Sunaryono, 2003). Curah hujan yang baik untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman cabai berkisar antara 600 – 1200 mm/tahun dengan jumlah bulan basah 3-9 bulan. Walaupun demikian apabila pada waktu berbunga tanaman cabai kekuranga air, maka banyak bunganya yang akan gugur tidak mampu menjadi buah. Pada umumnya tanaman cabai lebih senang ditanaman di daerah yang terbuka (Martodiresi, 2011).

B.     Suhu Udara
Suhu udara yang baik bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman cabai berkisar antara 210C – 280C. Suhu harian yang terlalu terik, yakni di atas 320C menyebabkan tepung sari tanaman cabai tidak berfungsi untuk melakukan pembuahan. Selain itu juga suhu harian yang terik dapat menyebabkan bunga dan buahnya terbakar. Suhu tanahpun juga berpengaruh terhadap penyerapan unsur hara terutama N dan P. Apabila pada waktu berbunga suhu turun di bawah 150C, maka pembuahan dan pembijiannya terganggu. Pada suhu ini, unsur mikro yang penting untuk pertumbuhan buah sukar diserap oleh tanaman cabai sehingga terjadi buah tanpa biji atau parteokarpi. Suhu udara yang rendah, menyebabkan banyak cendawan penyakit daun menyerang tanaman cabai, teutama apabila disertai dengan kelembaban tinggi (Sunaryono, 2003).

C.    Tanah
Tanah yang subur dan banyak mengandung humus (bahan organik), gembur dan memiliki drainase baik sanagt cocok untuk budidaya tanaman cabai merah. Tanaman cabai sebenarnya dapat tumbuh disegala macam tipe tanah, dan ketinggian tempat. Tanaman cabai merah akan tumbuh baik pada ketinggian 0 – 1300 m dpl. Bahkan pada ketinggian 1500 m dpl pun tanaman cabai merah masih mampu tumbuh dan berbuah baik. Tanah yang air tanahnya dangkal dan prositasnya rendah menyebabkan tanaman cabai mudah terserang hama dan penyakit akar, penyakit layu dan keguguran pada daun dan buahnya. pH tanah yang baik untuk tanaman cabai berkisar antara 51/2 – 61/2. Namun begitu tanaman cabai sangat toleran terhadap tanah masam yang pH-nya kurang dari 5 hanya saja buahnya kurang lebat dan pertumbuhannya kerdil (Martodireso, 2011).

·         Fase Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman Cabai Merah

A.    Fase vegetative
Fase muda/vegetatif adalah fase yang dimulai sejak perkecambah biji, tumbuh menjadi bibit dan dicirikan oleh pembentukan daun-daun yang pertama dan berlangsung terus sampai masa berbunga dan atau berbuah yang pertama (Anonim, 2008 b). Pada tanaman cabai merah fase ini dimulai dari perkecambahan benih sampai tanaman membentuk primordia bunga (Sudarman, 2006).

B.     Fase generative
Fase generatif adalah fase yang ditandai dengan lebih pendeknya pertumbuhan ranting dan ruas, lebih pendeknya jarak antar daun pada pucuk tanaman, dan pertumbuhan pucuk terhenti (Prihmantoro, 2005). Pada fase ini terjadi pembentukan dan perkembangan kuncup bunga, buah, biji dan dan pembentukan struktur penyimpanan makanan (Setiati, 1996).

·         Penggunaan Teknologi Budidaya Tanaman Cabai Merah

1)      Bedengan
Tanaman cabai sebenarnya bisa ditanam dimana saja asal tanahnya sudah diolah terlebih dahulu agar menjadi gembur dan layak untuk ditanami sebab kalau tidak begitu maka pertumbuhan akar dan perkembangan tanaman akan terganggu. Penggunaan bedengan dalam budidaya cabai adalah salah satu cara yang tepat untuk membantu pertumbuhan akar agar mampu menyokong perkembangan tanaman cabai menjadi lebih maksimal, selain itu juga menggunakan bedengan dalam buidaya tanaman cabai membantu agar akar tanaman tidak tergenang air dan menurut beberapa ahli menggunakan bedengan dalam budidaya tanaman mampu meningkatkan hasil produksi tanaman cabai. Keuntungan lain dari penggunaan bedengan dalam budidaya cabai ini diantaranya: mempermudah perawatan, memaksimalkan dan mengefisiensikan penyerapan pupuk yang diberikan pada tanaman, meminimalisisr persaingan tanaman cabai dengan gulma dalam mendapatkan unsur hara (Hadiyanto, 2005).
Pembuatan bedengan biasanya dilakukan setelah tanah dibajak atau diolah. Pembajakan atau penggaruan dilakukan dengan menggunakan hewan ternak maupun dengan bajak traktor. Pembajakan dan penggaruan bertujuan untuk menggemburkan, memperbaiki aerasi tanah dan untuk menghilangkan OPT yang bersembunyi di tanah. Bedengan dibuat dengan ukuran lebar 100 – 110 cm dengan ketinggian bedengan 50 – 60 cm dan lebar parit 50 – 60 cm . Panjang bedengan disesuaikan dengan kondisi lahan (Anonim, 2011 b).

2)      Pemulsaan
Pemasangan mulsa dilakukan setelah bedengan dibuat, mulsa yang bisa digunakan adalah mulsa plastik yang berwarna hitam perak. Penggunaan mulsa mutlak diperlukan apalagi jika kita melakukan budidaya cabai pada musim hujan. Salah satu keuntungan pemakain mulsa plastik ini adalah bisa menekan serangan hama dan penyakit.
Keuntungan ini muncul karena warna perak akan memantulkan sinar ultra violet ke permukaan bawah daun yang banyak dihuni oleh hama aphid, thrips, tungau, ulat dan cendawan. Keuntungan lain dari penggunaan mulsa ini adalah: mengurangi penguapan air dan pupuk oleh sinar matahari sehingga mampu menekan biaya pemupukan, penyiraman bahkan penyiangan gulma, mencegah erosi bedengan pada musim hujan, menjaga kelembaban, suhu dan kegemburan tanah; mengoptimalkan sinar matahari untuk fotosintesis dengan pantulan sinar matahari dari lapisan warna perak pada mulsa; menekan pertumbuhan gulma; membantu merangsang pertumbuhan akar tanaman akibat suhu hangat dalam bedengan; mencegah hilangnya pupuk akibat siraman air hujan dan mencegah kelebihan air pada media tanam (Prajanata, 2001).

3)      Pengajiran
Tanaman cabai perlu ditopang pertumbuhannya agar kokoh dan mampu menopang tajuknya yang rimbun. Pemasangan ajir diusahakan sedini mungkin, maksimal satu bulan setelah tanam. Ajir biasa dipasang miring membentuk sudut 450 dengan batang tanaman cabai atau tegak lurus dengan batang tanaman (redaksi Trubus, 2009). Beberapa fungsi dari ajir ini adalah: membantu tegaknya tanaman dari buahnya yang rimbun, tiupan angin, mengotimalkan sinar matahari pada tanaman sehingga fotosintesis berlangsung maksimal, membantu penyebaran daun dan ranting supaya teratur sehingga mempermudah penyiangan dan pemupukan. Selain itu juga penanaman cabai dengan ajir dapat menaikkan produksi buah cabai sampai 48% dan dapat mengurangi serangan hama dan penyakit (Prajanata, 2006)

4)      Pupuk
Pupuk adalah material yang ditambahkan pada media tanam atau tanaman untuk mencukupi kebutuhan hara yang diperlukan tanaman sehingga mampu berproduksi dengan baik. Pupuk berbeda dari suplemen. Pupuk mengandung bahan baku yang diperlukan pertumbuhan dan perkembangan tanaman, sementara suplemen seperti hormon tumbuhan membantu kelancaran proses metabolisme. Dalam pemilihan pupuk perlu diketahui terlebih dahulu jumlah dan jenis unsur hara yang dikandungnya, serta manfaat dari berbagai unsur hara pembentuk pupuk tersebut. Pemberian pupuk harus sesuai dengan kebutuhan tumbuhan, agar tumbuhan tidak mendapat terlalu banyak zat makanan. Terlalu sedikit atau terlalu banyak zat makanan dapat berbahaya bagi tumbuhan (Anonim, 2011 c).
Selain menentukan jumlah kebutuhan hara dan jenis pupuk yang tepat, pengetahuan akan cara aplikasi pupuk yang benar sangat diperlukan. Sehingga takaran pupuk yang diberikan dapat lebih efisien. Kesalahan dalam aplikasi pupuk akan berakibat pada terganggunya pertumbuhan tanaman. Bahkan unsur hara yang dikandung oleh pupuk tidak dapat dimanfaatkan tanaman (Prajananta, 2007).

Penggolongan pupuk
Pupuk digolongkan menjadi dua, yakni pupuk organik dan pupuk anorganik. Pupuk organik adalah pupuk yang terbuat dari sisa-sisa makhluk hidup yang diolah melalui proses pembusukan (Dekomposisi) oleh bakteri pengurai. Contohnya adalah pupuk kompos dan pupuk kandang. Pupuk kompos berasal dari sisa-sisa tanaman, dan pupuk kandang berasal dari kotoran ternak. Pupuk organik mempunyai komposisi kandungan unsur hara yang lengkap, tetapi jumlah tiap jenis unsur hara tersebut rendah. Sesuai dengan namanya, kandungan bahan organik pupuk ini termasuk tinggi (Anonim, 2011 d).
Pupuk an-organik atau pupuk buatan adalah jenis pupuk yang dibuat oleh pabrik dengan cara meramu berbagai bahan kimia sehingga memiliki prosentase kandungan hara yang tinggi. Menurut jenis unsur hara yang dikandungnya, pupuk anorganik dapat dibagi menjadi dua yakni pupuk tunggal dan pupuk majemuk. Pada pupuk tunggal, jenis unsur hara yang dikandungnya hanya satu macam. Biasanya berupa unsur hara makro primer, misalnya urea hanya mengandung unsur nitrogen (Saraswati, 2011).

5)      Limbah Biogas (Sllurry)
Biogas adalah gas yang dihasilkan oleh aktivitas anaerobik atau fermentasi dari bahan-bahan organik termasuk diantaranya; kotoran manusia dan hewan, limbah rumah tangga, limbah organik yang biodegradable dalam kondisi anaerobik. Kandungan utama dalam biogas adalah metana dan karbon dioksida. Limbah biogas, yaitu kotoran ternak yang telah hilang gasnya (sllurry) merupakan pupuk organik yang sangat kaya akan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh tanaman. Bahkan, unsur-unsur tertentu seperti protein, selulose, lignin dan lain-lain tidak bisa digantikan oleh pupuk kimia. Agar kandungan hara dalam limbah biogas tinggi maka perbandingan Karbon (C) dan Nitrogen (N) atau disebut rasio C/N berkisar antara 8-20 (Anonim, 2011).
Dibeberapa daerah seperti di Bali, Subang, Sukabumi dan beberapa daerah di Jawa lainnya menggunakanan limbah biogas sebagai pupuk. Penggunaan limbah biogas urin sapi ini terbukti sangat efektif dan efisien dalam meningkatkan hasil produksi tanamama budidaya. Limah biogas yang biasa dimanfaatkan oleh petani berbentuk padatan dan cairan. Limbah biogas yang berbentuk padatan diaplikasikan dengan cara dibenamkan atau ditebarkan ke tanah. Limbah biogas yang berbentuk cairan diaplikasikan dengan cara disiramkan ke tanaman. Pupuk yang berasal dari limbah biogas ini bisa langsung dimanfaatkan oleh tanaman tanpa harus menunggu pupuk tersebut mengalami proses pelapukan atau pengomposan. Hala ini disebabkan karena pupuk tersebut sudah mengalami proses dekomposisi oleh bakteri anaerob didalam tabung penampungan (Anonim, 2011 d).

6)      Kandungan hara dalam Sllurry biogas
Komposisi hara dalam bio-sllurry tergantung dari bahan organik pembuatnya dan jumlah air yang dicampurkan. Jika pakan ternak yang diberikan kepada sapi adalah tanaman yang memiliki nutrisi-nutrisi tinggi. Maka bio-sllurry yang dihasilkan juga memiliki kandungan hara yang tinggi pula baik itu unsur mikro dan unsur makro seperti NPK sebab pada proses permentasi unsur-unsur tersebut tidak hilang sedikitpun. Kandungan NPK (nitrogen-fosfor-kalium) di sllurry cair adalah 0,25% (N), 0,13% (P), dan 0,12% (K)
§  Manfaat Sllurry biogas
ü  Sllurry biogas urin sapi dapat dimanfaatkan menjadi pupuk kandang yang siap pakai. Bio-sllurry dapat langsung digunakan untuk tanaman buah dan sayur.
ü  Bio-sllurry segar yang dimanfaatkan bersama dengan saluran irigasi bermanfaat bagi sayur-sayuran, umbi-umbian, padi, tebu, pohon buah-buahan, bibit tanaman, dll.
ü  Penyemprotan bio-sllurry (tanpa atau dengan sedikit pestisida) dapat mengendalikan hama laba-laba merah dan wereng yang menyerang sayuran, gandum, atau kapas. Dampak yang ditimbulkan bio-sllurry yang dicampur sama dengan pestisida murni.
ü  Bio-sllurry kering dapat digunakan sebagai suplemen pakan sapi, babi, dan unggas.
ü  Bio-sllurry dapat digunakan sebagai pakan ikan.
ü  Bio-sllurry dapat digunakan dalam budidaya jamur.

·         Cara Aplikasi Pupuk

Ø  Cara Aplikasi Pupuk Anorganik
Larikan, dibuat larikan atau parit kecil disamping barisan tanaman sedalam 6-10 cm. Tempatkan pupuk di dalam larikan tersebut, kemudian tutup kembali. Cara ini dapat dilakukan pada satu atau kedua sisi baris tanaman. Pada jenis pepohonan, larikan dapat dibuat melingkar di sekeliling pohon dengan jari-jari 0,5-1 kali jari-jari tajuk.
Penebaran Secara Merata di Atas Permukaan Tanah, Cara ini biasanya dilakukan sebelum penanaman. Setelah penebaran pupuk, lanjutkan dengan pengolahan tanah, seperti pada aplikasi kapur dan pupuk organik. Cara ini menyebabkan distribusi unsur hara dapat merata sehingga perkembangan akarpun lebih seimbang.
Pop Up, pupuk dimasukkan ke lubang tanam pada saat penanaman benih atau bibit. Pupuk yang digunakan harus memiliki kandungan garam yang rendah agar tidak merusak benih atau biji. Cara ini lazim menggunakan pupuk jenis SP36, pupuk organik, atau pupuk slow release.
Penugalan, pupuk ditempatkan ke dalam lubang di samping tanaman sedalam 10-15 cm. Lubang tersebut dibuat dengan alat tugal. Kemudian setelah pupuk dimasukkan, tutup kembali lubang dengan tanah untuk menghindari penguapan. Cara ini dapat dilakukan disamping kiri dan samping kanan baris tanaman atau. Jenis pupuk yang dapat diaplikasikan dengan cara ini adalah pupuk slow release dan pupuk tablet.
Fertigasi, Pupuk dilarutkan dalam air dan disiramkan pada tanaman melalui air irigasi. Cara ini dilakukan untuk tanaman yang pengairannya menggunakan sistem sprinkle. Cara ini telah banyak diterapkan pada tanaman yang bernilai ekonomi tinggi. Lewat cara ini, akurasi dan penyerapan pupuk oleh akar dapat lebih tinggi (Lolita dan Mulyati, 2006).

Ø  Cara Aplikasi Pupuk Organik
Secara umum pupuk organik diberikan dengan cara ditebar. Penebaran biasanya dilakukan satu minggu sebelum tanam. Kebutuhan dosis pupuk organik yang sangat besar seringkali menjadi kendala proses penebarannya. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam aplikasi pupuk organik adalah sebagai berikut: Penebaran pupuk organik sebaiknya diikuti dengan pengolahan tanah seperti pembajakan atau penggemburan tanah agar pupuk organik dapat mencapai lapisan tanah yang lebih dalam. Pemberian pupuk organik dengan dosis kecil lebih baik dari pada dosis banyak yang diberikan sekaligus. Pada cabai, tomat, dan beberapa jenis sayuran, pupuk organik sebaiknya ditempatkan pada lubang tanam satu minggu sebelum bibit ditanam. Jika harus menggunakan pupuk organik yang belum terurai sempurna (rasio C/N masih tinggi) harus diberi jeda waktu antara pemberian pupuk organik dan penanaman bibit yakni minimal satu minggu. Hal itu dilakukan untuk menghindari dampak buruk yang mungkin terjadi pada tanaman ketika proses penguraian pupuk organik berlangsung (Anonim, 2011 e).

v  Pemupukan Pada Tanaman Cabai
Keberhasilan budidaya cabai merah selama ini tidak lain karena dukungan program intensifikasi seperti penggunaan pupuk yang tepat, pengendalian hama dan penyakit, dan adopsi teknologi-teknologi baru. Disamping itu, peningkatan jumlah produksi cabai merah sangat dipengaruhi oleh penggunaan kultivar-kultivar yang tahan dengan daya hasil yang tinggi. Namun demikian agar tetap berproduksi tinggi tanaman cabai merah tetap membutuhkan pasokan unsur hara yang tinggi bagi pertumbuhan dan perkembangannya (Suryanto, 2011). Berikut beberapa tahapan dalam pemupukan tanaman cabai merah.

Ø  Waktu Pemberian Pupuk
Pupuk organik seperti SP 36 dan KCL diberikan seluruhnya sebagi pupuk dasar, yaitu satu hari sebelum tanam. Untuk pupuk-pupuk seperti Urea dan ZA diberikan secara bertahap. Setengah bagian diberika sebagai pupuk susulan pertama yaitu 14 hari setelah tanam. Setengah sisanya diberikan sebagai pupuk susulan kedua, yaitu pada 28 hari setelah tanam (Anonim, 2011 e).

Ø  Pupuk Dasar dan Pupuk Susulan
Pupuk dasar diberikan dengan cara ditabur secara merata dan kemudian dicampur tanah. Pupuk susulan baik pertama maupun kedua diberikan dengan cara diletakkan dalam tugal yang dibuat sedalam 5-10 cm dengan jarak 10 – 15 cm di kiri kanan tanaman atau barisan tanaman. Pupuk dasar diberikan pada awal proses penanaman (Anonim, 2011 c).

Ø  Pupuk Pelengkap
Pupuk pelengkap cair diberikan 4 kali dengan dosis 1.25 cc/liter air atau 6,25 cc/500 liter air setiap kali penyemprotan. Tahap pertama diberikan pada 20 hari setelah tanam (HST), tahap kedua diberikan pada pada 30 HST dan tahap ketiga di berikan pada 40 HST, serta tahap keempat diberikan pada 40 HST.

   III.     Metode Penelitian
Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental dengan percobaan di lapangan.

a.      Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok (Randomized Block Design) yang terdiri dari 5 kombinasi perlakuan yaitu:
1.      K1 = 0,5 kg Bio-Sllurry/tanaman setara dengan 20 ton/ha + 0 gr Urea/tanaman, 0 gr TSP/tanaman dan 0 gr KCL/tanaman setara dengan 0 kg/ha Urea, 0 kg/ha TSP dan 0 kg/ha KCL
2.      K2 = 0,38 kg Bio-Sllurry/tanaman setara 15 ton/ha + 0,94 gr Urea/tanaman, 0,63 gr TSP/tanaman dan 6,3 gr KCL/tanaman setara dengan 37,5 kg/ha Urea, 25 kg/ha TSP dan 25 kg/ha KCL
3.      K3= 0,25 kg Bio-Sllurry/tanaman setara dengan 10 ton/ha + 1,88 gr Urea/tanaman, 1,25 gr TSP/tanaman dan 1,25 gr KCL/tanaman setara dengan 75 kg/ha Urea, 50 kg/ha TSP dan 50 kg/ha KCL
4.      K4= 0,13 kg Bio-Sllurry/tanaman setara dengan 5 ton/ha + 2,81 gr Urea/tanaman, 1,88 gr TSP/tanaman dan 1,88 gr KCL/tanaman K setara dengan 112,5 kg/ha Urea, 75 kg/ha TSP dan 75 kg/ha KCL
5.      K5= 0 kg Bio-Sllurry/tanaman setara dengan 0 ton/ha + 3,75 gr Urea/tanaman, 2,5 gr TSP/tanaman dan 2,5 gr KCL/tanaman setara dengan 150 kg/ha Urea, 100 kg/ha TSP dan 100 kg/ha KCL
Setiap kombinasi perlakuan diulang sebanyak lima kali sehingga seluruh percobaan menjadi 25 petak percobaan.
b.      Analisis Data
Data hasil pengamatan dianalisis dengan menggunakan analisis keragaman (Analisis of Variance) pada taraf nyata 5%. Beda nyata antar perlakuan diuji lanjut dengan Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf nyata yang sama.

c.       Tempat dan Waktu Percobaan
Percobaan ini akan dilaksanakan di Kelurahan Rembiga di lahan sawah milik petani. Mulai dari bulan April 2011-Juli 2011.

d.      Pelaksanaan Percobaan

1.      Persiapan Benih
Benih yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah benih cabai merah. Sebelum disemai benih direndam dengan menggunakan air hangat dengan suhu ± 50 0C selama 1 jam dengan tujuan untuk mempercepat pertumbuhan benih Cabai. Kemudian air rendaman biji dibuang. Biji dimasukkan kedalam lubang tray yang telah diisi media semai dan sudah disemprot dengan pestisida nabati.

2.      Persemaian
Media persemaian yang akan digunakan adalah pupuk kandang sapi + pasir + tanah yang telah diayak dengan perbandingan 1:1:1 dicampur merata dan dimasukan ke dalam bak semai/seedling/ tray. Setelah media semai dimasukkan ke dalam tray kemudian disemprot dengan menggunkan pestisida nabati yang dibuat dari daun Imbe. Benih dimasukan ke dalam lubang dengan jumlah satu biji per lubang. Tray ditempatkan di rumah semai atau atap peneduh yang telah dibuatkan terlebih dahulu dari atap plastik.

3.      Persiapan Pupuk
Bio-Sllurry diambil dari tempat penampungan milik petani. Sllurry yang diambil adalah sllurry yang sudah jadi dengan cirri-ciri tidak memiliki bau dan gas-gas metananya sudah hilang. Sllurry kemudian dipisahkan antara padatan dan cairan. Sllurry padat dapat diaplikasikan melalui tanah dengan cara dibenamkan atau disebar. Sedangkan sllurry cair dapat diaplikasikan dengan cara penyemprotan atau penyiraman. Sebelum Bio-sllurry diaplikasikan pada tanaman maka harus diketahui C/N ratio dari Sllurry tersebut. C/N ratio yang baik bagi tanaman berkisar anatar 8-20. Untuk mengetahui berapa kandungan C/N ratio dari Bio-Sllurry yang digunakan maka dilakukan anlisis di laboratorium.
Sllurry yang siap pakai kemudian ditimbang atau diukur sesuai dengan kebutuhan pertanamannya. Setelah ukuran didapat Sllurry kemudian disebar pada bedengan yang telah disiapkan sebelumnya.

4.      Pembuatan Bedengan
Lahan yang akan digunakan untuk penanaman dibersihkan kemudian dilakukan pengolahan lahan dengan cara dibajak. Bedengan dibuat sebanyak 30 petak dibagi dalam 3 blok. Bedengan dibuat dengan tinggi 20 cm. Jarak antar bedengan dalam satu blok yaitu 50 cm. Ukuran bedengan adalah 4m x 1m. Jarak antar blok 100 cm dengan arah blok bedengan adalah timur-barat.
5.      Pemasangan mulsa
Pemulsaan dilakukan dengan menggunakan mulsa alami yang berasal dari jerami padi. Pemasangan mulsa jerami dilakukan setelah bedengan selesai dibuat.

6.      Penanaman
Penanaman dilakukan 3-4 minggu setelah persemaian atau bibit tanaman cabai merah rata-rata mempunyai jumlah daun 4 helai. Setiap bedengan terdiri dari 3 baris tanaman, dimana setiap baris terdiri dari 10 tanaman sehingga pada setiap bedengan terdapat 30 tanaman.

7.      Pembuatan lubang tanam
Pembuatan lubang tanam dilakukan menggunakan kaleng bekas dengan diameter lingkaran 10 cm. Kedalaman lubang tanam adalah 10 cm dari permukaan bedengan.

8.      Penentuan jarak tanam
Jarak tanam yang digunakan adalah 50 cm antar baris dan 50 cm antar tanaman dalam baris. ini bertujuan untuk memperlancar sirkulasi udara dan sinar matahari sehingga kelembaban bisa ditekan dan penyakit tidak mudah berkembang.

9.    Pemasangan Ajir
Pemasangan ajir pada penelitian ini menggunakan sistem posisi ajir tegak. Ajir terbuat dari bilah bambu dengan panjang 150 cm. Ajir dipasang 2 minggu setelah penanaman dilakukan.

10.  Pemeliharaan
a.       Penyiraman: Penyiraman dilakukan pada pagi dan sore hari sampai tanaman berumur 2 minggu setelah tanam.
b.      Pemupukan: Pemberian pupuk sebanyak 20 ton/ha pupuk kandang atau 15 kg/bedeng, 150 kg/ha pupuk urea atau 3,75 g/tanaman, 100 kg/ha pupuk TSP atau 2,5 g/tanaman, dan 100 kg/ha pupuk KCl atau 2.5 g/tanaman. Pupuk diberikan dengan dua cara yaitu: dengan cara ditugal/ditanam disekitar batang tanaman dan dengan cara disebar merata pada bedengan. Pupuk sllurry diberikan satu minggu sebelum tanam sedangkan untuk pupuk seperti TSP dan KCL diberikan satu hari sebelum tanamam. Pupuk urea diberikan dengan dua tahapan yaitu tahap pertama pada saat tanaman berumur 14 hari dan tahap kedua saat tanaman berumur 28 hari.
c.       Penyulaman: Penyulaman dilakukan seminggu setelah tanam pada tanaman-tanaman yang mati atau pertumbuhanya kurang baik diganti dengan bibit baru yang telah disiapkan.
d.      Perompesan: Perompesan dilakukan dengan tujuan memperoleh buah yang berkualitas baik dan mencegah terjadinya penyakit. Perompesan dilakukan pada tunas-tunas muda yang tumbuh di ketiak cabang/batang.
e.       Pembubunan: Pembubunan dilakukan jika tanah disekitar perakaran atau batang bawah tanaman cabai berkurang akibat air hujan ataupun karena penyiraman.
f.       Sanitasi kebun: salah satu perawatan yang juga harus dilakukan adalah menjaga sanitasi kebun, meliputi penjagaan areal kebersihan kebun. Sanitasi kebun dilakukan dengan membuang daun, buah dan batang tunas hasil perampelan.
g.      Pengendalian hama dan penyakit: Pengendalian hama dan penyakit tanaman dapat dilakukan dengan memberika pestisida nabati yang berasal dari daun imbe dengan cara penyemprotan secara teratur. Usaha lain adalah menyiangi kemungkinan adanya gulma serta pengawasan secara rutin dan berkala terhadap tanaman, sehingga ketika gejala hama dan penyakit menyerang, dapat sedini mungkin teratasi.


11.  Pemanenan
Panen pertama akan dilakukan setelah buah cabai menunjukan kematangan dengan kriteria matang 80-90 % dan pemetikan dilakukan pada pagi atau sore hari untuk mengurangi penyusutan kuantitas dan kandungan gizi buah.

12.  Pengamatan

a)      Penentuan Tanaman Sampel
Dalam satu petak terdapat 30 tanaman. Dalam setiap petak perlakuan ditentukan 5 tanaman sampel. Tanaman sampel ditentukan secara acak pada masing-masing petak dengan system sistematis randem sampling. Dimana yang diacak hanya tanaman pertaman pada tiap bedengan. Baru kemudian tanaman sampel berikutnya ditentukan selang tiga tanaman dari tanaman pertama dan seterusnya untuk sampel berikutnya.

b)      Parameter Pengamatan
Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah: tinggi tanaman, jumlah daun, umur tanaman saat berbunga, jumlah cabang produktif, umur tanaman saat berbuah, persen bunga menjadi buah, berat buah per buah, berat buah per petak, berat buah per tanaman, jumlah buah pertanaman, berat kering tanaman, Panjang Buah dan diameter buah.

c)      Cara Pengamatan
ü  Tinggi tanaman (cm)
Pengamatan tinggi tanaman dilakukan dengan cara mengukur batang utama tanaman dari atas permukaan media tumbuh sampai titik tumbuh tertinggi. Pengukuran tinggi tanaman dilakukan sejak tanaman berumur 7, 14, 21, 28, 35, 42, dan 49 hari setelah tanam.

ü  Jumlah daun (helai)
Pengamatan jumlah daun dilakukan pada umur 7, 14, 21, 28, 35, 42, dan 49 hari setelah tanam. Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah daun tanaman.

ü  Umur tanaman Saat Berbunga (hst)
Pengamatan dilakukan dengan cara menghitung umur tanaman dari saat tanam sampai tanaman membentuk bunga pada masing-masing petak perlakuan.

ü  Jumlah Cabang Produktif
Pengamatan dilakukan dengan cara menghitung jumlah cabang tanaman yang menghasilkan bunga dan buah. Pengamatan dilakukan saat tanaman berumur 9 minggu setelah tanam atau tanaman telah mulai barbunga.

ü  Umur tanaman saat berbuah (hst)
Pengamatan dilakukan dengan cara menghitung umur tanaman dari saat tanam sampai tanaman telah menunjukan 50% populasi berbuah pada masing-masing petak perlakuan.

ü  Jumlah buah pertanaman
Pengamatan dilakukan dengan cara menghitung jumlah buah pada setiap tanaman sampel. Pengamatan dilakukan pada saat pemanenan.

ü  Berat buah perbuah
Pengamatan dilakukan dengan menimbang berat buah per buah pada tanaman sampel.Berat buah perpetak.Pengamatan dilakukan dengan menimbang berat buah per petak perlakuan setiap kali panen.persentase bunga menjadi buah.Pengamatan dilakukan pada saat pembungaan dan pembuahan. Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah bunga yang terbentuk dan menghitung buah yang tebentuk. Untuk menghitung persentase bunga menjdi buah ini dapat menggunakan rumus:
bunga menjadi buah= (jumlah buah)/(jumlah bunga ) x100%
Berat Kering tanaman
Pengamatan dilakukan dengan menimbang berangkasan kering tanaman sampel setelah dikering oven pada suhu 700C sampai mencapai berat konstan. Pengamatan dilakukan setelah panen terakhir dengan cara mengoven semua bagian tanaman. Sebelum dioven batang tanaman cabai dipotong menjadi ukuran yang lebih kecil agar mudah dalam pembungkusannya.

ü  Diameter buah (cm)
Setelah buah dipanen dilakukan pengukuran diameter buah menggunakan jangka sorong. Pengukuran buah dilakukan pada tanaman sampel dengan mengukur lingkaran buah yang paling lebar.

ü  Panjang buah (cm)
Setelah buah dipanen dilakukan pengukuran terhadap panjang buah menggunakan mistar atau penggaris. Pengukuran panjang buah dilakukan pada buah tanaman sampel dengan mengukur ujung bawah buah samapai.

d)      Bahan dan Alat Percobaan

ü  Bahan Percobaan
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah Cabai Merah, air, tanah, pasir, sllurry biogas, Pupuk Urea, TSP, KCL, pestisida nabati.

ü  Alat percobaan
Alat yang digunakan adalah, trey (bak semai), pisau, mulsa plastik hitam perak, kawat bendrat, cangkul, sabit, ajir bambu, alat penyemprot, gembor, penggaris, jangka sorong, tali rafia, sekop, sapu lidi, gunting pangkas, gayung, sabit, dan alat tulis menulis.

 IV.            Daftar pustaka
·         Anonim, 2011 a. Budidaya Cabai Merah. http://epetani.deptan.go.id/budidaya/ 909. 1 h. (15 Januari 2011)
·         2011b. Membudidayaka Tanaman Cabai. http://tipspetani.blogspot.com/2010/04. 1 ha (20 januari 2011)
·         2011c. Jenis – Jenis Pupuk Dan Cara Aplikasinya. http://eone87.wordpress.com/2010/04/03/. 3h (15 Januari 2011).
·         .2011d. Pupuk Organik Sebagai Jembatan Pertanian Berkelanjutan. http://www.ipb.ac.id/ edit.pdf. 7ha.(15 Januari 2011).
·         .2011e. Nutrisi Tanaman. http://berasorganikmerden.wordpress.com/2010/07/01. 2 ha. (19 Januari 2011)
·         Badan Pusat Statistik NTB, 2007. Statistik Produksi Tanaman Horticultural Provinsi NTB. Mataram, NTB.
·         Badan Pusat Statistik NTB, 2010. Statistik Tanaman Sayuran Dan Buah Semusim Indonesia. Jakarta. Indonesia.
·         Hadiyanto, Iskandar. 2005. Bertanam Cabai. Balai Pustaka (Persero). Jakarta. 35 ha
·         Martodireso, sudadi dan Widada Agus Suryanto.2011. Terobosan Teknologi Pemupukan Dalam Era Pertanian Organik. Kanisius. Cetakan ke VII. Yoyakarta. 78h.
·         Ma’shum Mansur. 2005. Kesuburan Tanah dan Pemupukan. UPT Mataram University press. Cetakan IV. Mataram.
·         Mulyati dan Lolita E.S. 2006. Pupuk Dan Pemupukan. UPT Mataram University press. Cetakan I. Mataram.
·         Prajanata, Final. 2007. Kiat Sukses Bertanam Cabai Di musim Hujan. Penebar Swadaya. Cetakan ke XII. Jakarta 64h.
·         Prajanata, Final. 2006. Agribisnis Cabai Hibrida. Penebar Swadaya. Jakarta. 162 ha.
·         Purwanto, Joko. 2007. Bertanam Cabai Rawit Di Pekarangan. CV. Sinar cemerlang Abadi. Jakarta. 57h.
·         Rahayu, Sugi dkk, 2011. Pemanfaatan Kotoran Ternak Sapi Sebagai Sumber Energi Alternatif Ramah Lingkungan Beserta Aspek Sosio Kulturalnya. http://www.tenangjaya.com/index.php/relevan-artikel/biogas-limbah-peternakan-sapi.htm. 13h. (23 Maret 2011)
·         Redaksi TRUBUS. 2001. Bertanam Cabai Dalam Pot. Penebar Swadaya. Jakarta. 42 ha.
·         Saraswati, Ratih. 2011. Teknologi Pupuk Mikroba. http://balittanah.litbang.deptan.go.id/dokumentasi/buku/tanahsawah/tanahsawah6.pdf. 21h (10 Januari 2001)
·         Sunaryono, Hendro H. 2003. Budidaya Cabai Merah. Sianar Baru Algensindo.Cetakan Ke V. Bandung. 46 h.
·         Suryadikarta, Didi Arti. 2006. Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian. Bogor.
·         Wijaya. K.a. 2008. Nutrisi Tanaman Sebagai Penentu Kualitas Hasil dan Resistensi Alami Tanaman. Prestasi Pustaka Publisher.cetakan I. Jakarta. 121 h.
·         Wiryanta, Bernadinus T.W. 2001. Bertanam Cabai Pada Musim Hujan. PT. Agromedia Pustaka. Jakarta. 91 ha.