proposal
penelitian pertanian
I.
Latar Belakang
Cabai atau lombok (bahasa Jawa) adalah sayuran buah semusim
yang termasuk dalam anggota genus Capsicum yang banyak diperlukan oleh
masyarakat sebagai penyedap rasa masakan (Sunaryono, 2003). Salah satu tanaman cabai
yang banyak dibudidayakan di Indonesia adalah tanaman cabai merah. Cabai merah
(Capsicum annuum L.) merupakan komoditas sayuran yang banyak digemari oleh
masyarakat. Ciri dari jenis sayuran ini adalah rasanya yang pedas dan aromanya
yang khas, sehingga bagi orang-orang tertentu dapat membangkitkan selera makan.
Karena merupakan sayuran yang dikonsumsi setiap saat, maka cabai akan terus
dibutuhkan dengan jumlah yang semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan
jumlah penduduk dan perekonomian nasional (Setiawati, 2005).
Cabai merah mengandung berbagai macam senyawa yang berguna
bagi kesehatan manusia. Kandungan vitamin dalam cabe adalah A dan C serta
mengandung minyak atsiri, yang rasanya pedas dan memberikan kehangatan bila
kita gunakan untuk rempah-rempah (bumbu dapur). Sun et al. (2000). melaporkan
cabai merah mengandung anti oksidan yang berfungsi untuk menjaga tubuh dari
radikal bebas. Radikal bebas yaitu suatu keadaan dimana suatu molekul
kehilangan atau kekeurangan elektron, sehingga elektron tersebut menjadi tidak
stabil dan selalu berusaha mengambil elektron dari sel-sel tubuh kita yang
lainnya. Kandungan terbesar anti oksidan dalam cabai terdapat pada cabai hijau.
Cabai juga mengandung Lasparaginase dan Capsaicin yang berperan sebagai zat
anti kanker (Kilham 2006; Bano & Sivaramakrishnan 1980).
Cabai merah (Capsicum annum L.) banyak dibudidayakan oleh
petani Indonesia selain karena manfaatnya bagi kesehatan juga karena cabai
merah memiliki harga jual yang cukup tinggi. Purwanto (2007), menyatakan bahwa
cabai menempati urutan paling atas diantara delapan belas jenis sayuran
komersial yang dibudidayakan di Indonesia selama beberapa tahun teakhir ini.
Oleh karena itu permintaan cabai merah cenderung meningkat tiap tahunnya. Gani
(2011) mengatakan bahwa, berdasarkan pemantauan harga disejumlah pasar terhadap
komoditas cabai. Harga cabai merah keriting naik 25 persen dari Rp 40.000/kg
menjadi Rp 50.000/kg, cabai merah besar naik 50 persen dari Rp 40.000/kg kini
menjadi Rp 60.000/kg. Hal yang sama juga berlaku untuk cabai rawit yang naik 33
persen dari semula Rp 60.000/kg menjadi Rp 80.000/kg. Permintaan akan cabai
yang meningkat dari waktu kewaktu ini menyebabkan cabai dapat diandalkan
sebagai komoditas ekspor nonmigas. Hal ini terbukti dari enam besar komoditas
sayuran segar yang diekspor (seperti bawang merah, tomat, kentang, kubis dan
wortel) cabai termasuk salah satunya (Prajananta, 2007).
Menurut data statistik Indonesia tahun 2009, luas panen,
produksi dan hasil perhektar cabai besar NTB adalah 8,08 ton/ha, masih jauh di
atas Bali yang hasil panen perhektaranya 11,55 ton/ha. Namun jika kita
bandingkan dengan hasil panen perhektar cabai merah NTT yang jumlahnya sebesar
5,87 ton/ha, maka produksi cabai merah NTB masih jauh lebih besar. Begitupun
jika kita bandingkan dengan pulau Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan
Maluku yang rata-rata hasil panen perhektarnya sebesar 6,03 ton/ha, 7,56
ton/ha, 5,19 ton/ha, 4,00 ton ha dan 4,57 ton/ha, maka hasil produksi tanaman
cabai besar NTB masih jauh lebih tinggi (BPS-Indonesia, 2010).
Data statistik produksi tanaman cabai provinsi NTB pada
tahun 2007 adalah sebesar 2.676 ton/ha dengan luas areal panen sebesar 446 ha
(BPS, 2007). Jika dibandingkan dengan data hasil sensus Badan Pusat Statistik
Nusa Tenggara Barat tahun 2003-2006 tentang produksi tanaman cabai NTB dengan
luas areal tanam dimana pada tahun 2003 adalah sebesar 488 ha meningkat menjadi
810 ha pada tahun 2004. Pada tahun 2005 luas areal tanaman menurun menjadi 549
ha sampai pada tahun 2006 menurun lagi menjadi 455 ha ( BPS, 2007). Produksi
tanaman cabai merah berturut-turut adalah sebesar 2.179 ton pada tahun 2003
meningkat menjadi 3.904 ton pada tahun 2004. Kemudian pada tahun 2005
produksinya menurun sebesar 1.867 ton dan pada tahun 2006 produksinya menurun
menjadi 1.825 ton (BPS 2007). Data diatas menununjukkan bahwa produksi tanaman
cabai mengalami penurunan dari tiap tahunnya. Penurunan produksi ini disebabkan
karena semakin berkurangnya luas areal tanam cabai merah. Dengan semakin
sempitnya luas areal tanam cabai ini menujukkan bawa peluang bisnis tanaman
cabai merah meimilki prospek karena suplai dari tahun ke tahun belum mencukupi
(Bakarauddin, 2011).
Bertanam cabai dihadapkan dengan berbagai masalah (resiko)
diantaranya: teknis budidaya, kekahatan hara dalam tanah, serangan hama dan
penyakit. Maka dari itu perlu dukungan teknologi budidaya intensif baik itu
terkait dengan pemupukan, proses pengolahan lahan, pemeliharaan, maupun
penerapan-penerapan teknologi tepat guna sederhana dalam membudidayakannya
(Prabowo, 2011). Pemberian unsur hara yang tepat sesuai dengan kebutuhan, waktu
tanam dan penempatan hara pada daerah serapan akar juga menjadi pendukung dalam
keberhasilan budidaya tanaman cabai. Salah satu cara untuk meningkatkan
produksi cabai besar sekaligus menanggulangi bayaknya permintaan masyarakat
tersebut adalah dengan manajemen pemupukan yang menjadi bagian dari
intensifikasi pertanian (Suriyadikarta, 2006).
Pemupukan merupakan tindakan yang bertujuan untuk menambah
unsur hara yang sudah berada dalam tanah, memberikan unsur hara yang memang
belum tersedia dalam tanah dan mengganti unsur hara yang diangkut oleh tanaman
melalui panen. Sedangkan bahan penyubur tanaman yang ditambahkan kedalam tanah
atau diberikan langsung kepada tanaman melalui penyemprotan pada permukaan daun
disebut dengan pupuk (Mulyati dan Lolita, 2010). Sejarah mencatat bahwa
penggunaan pupuk kimia meningkatkan produksi pertanian karena terbukti mampu
memenuhi kebutuhan pangan penduduk dunia yang terus meningkat populasinya.
Namun akibat penggunaan pupuk kimia yang terus menerus tersebut dapat
mengganggu keseimbangan kimia tanah sehingga produktifitas tanah menurun
(Soleh, 2011).
Pemakain pupuk kimia secara terus menerus menyebabkan
terjadinya residu yang berlebihan dalam tanah. Tumpukan residu pupuk ini dalam
tanah akan menjadi racun tanah yang mengakibatkan tanah menjadi sakit. Pada
tanah yang sakit ini akan terjadi degradasi mikrobia pengendali keseimbangan
kesuburan tanah, ketidak seimbangan hara, dan munculnya mutan-mutan hama dan
penyakit tanaman. Menurut Go Ban Hong (1998), berbagai upaya program
intensifikasi pada lahan sawah tidak lagi memberikan kontribusi pada
peningkatan produktifitas lahan karena telah mencapai titik jenuh (Leveling
Off) tetapi sebaliknya produktifitas lahan justru cenderung menurun. Disamping
itu juga penggunaan pupuk sebagai salah satu sumber nutrisi tanaman apabila
diberikan secara tidak bijaksana dapat menyebabkan penurunan kualitas dan
produksi tanaman, dapat menimbulkan pencermaran lingkungan hidup dan dapat
menurunkan ketahanan alami tanaman melawan gangguan lingkungan, hama dan
penyakit.
Dampak dari Leveling off ini terjadi salah satunya pada
penurunan produksi tanaman cabai merah. Hal ini terbukti dari penurunan kadar
total karbon (C) dan pemadatan atau pengerasan lapisan olah tanah dibeberapa
sentra produksi cabai di Indonesia. Di Berebes, Jawa Tengah, dosis penggunaan
pupuk buatan tanaman cabai merah ditingkat petani adalah sangat tinggi, yakni
320 kg Urea, 150 kg KCL, 686 kg CaO, 123 kg MgO, dan 919kg S/ha. Jumlah
pemakain pupuk ini sangat jauh melebihi dosis pupuk berimbang yang
direkomendasikan oleh Balai Penelitian Tanaman Sayuran (Balitsa), yaitu 200 kg
N, 150 kg P205 dan 100 K2O/ha (Martodireso, 2011). Widadi (2011) Juga
mengungkapkan bahwa dampak lain dari penggunaan pupuk buatan pada dosis yang
sangat tinggi adalah terjadinya penumpukan (Akumulasi) beberapa logam berat dan
nitrat pada produk sayuran cabai merah. Karena pemakaian pupuk buatan yang
berlebihan sangat berbahaya maka aplikasi pupuk organik dan pupuk alam menjadi
alternatif dalam mengemabangkan pertanian yang ramah lingkungan.
Pupuk organik adalah pupuk yang berasal dari sisa-sisa
tanaman, hewan atau manusia seperti pupuk kandang, pupuk hijau, dan kompos baik
yang berbentuk cair maupun padat. Pupuk organik bersifat bulky dengan kandungan
hara makro dan mikro rendah sehingga perlu diberikan dalam jumlah banyak.
Manfaat utama pupuk organik adalah dapat memperbaiki kesuburan kimia, fisik dan
biologis tanah, selain sebagai sumber hara bagi tanaman. Secara lebih spesifik
keuntungan dari penggunaan pupuk organik antara lain: memperbaiki struktur
tanah, sumber unsur hara bagi tanaman, menambah kandungan humus tanah,
meningkatkan aktifitas jasad renik, meningkatkan kapasitas menahan air (water
holding capacity), mengurangi erosi dan pencucian nitrogen terlarut,
meningkatkan kapasitas tukar kation dalam tanah (Deviana, 2000), meningkatkan
daya sangga (buffering capasity) terhadap perubahan drastis sifat tanah,
meningkatkan kerja mikrobia tanah dalam proses dekomposisi bahan organik.
Suriadikarta (2006) menambahkan bahwa pupuk organic akan membentuk senyawa
kompleks dengan ion logam yang meracuni tanaman seperti Al, Fe, dan Mn.
Salah satu sumber pupuk orgnaik yang paling sering digunakan
sebagai pupuk organik adalah pupuk kandang sapi. Satu ekor sapi dewasa dapat
menghasilkan 23,59 kg kotoran tiap harinya. Dan dengan kandungan unsur N, P dan
K yang tertera seperti pada tabel berikut.
Tabel Kandungan unsur hara pada
pupuk kandang yang berasal dari beberapa ternak.
·
Jenis ternak Unsur hara (kg/ton)
Ø
N P K
Ø
Sapi perah 22,0 2,6 13,7
Ø
Sapi potong 26,2 4,5 13,0
Ø
Domba 50,6 6,7 39,7
Ø
Unggas 65,8 13,7 12,8
Disamping menghasilkan unsur-unsur makro tersebut, pupuk
kandang sapi juga menghasilkan sejumlah unsur hara mikro, seperti Fe, Zn, Bo,
Mn, Cu, dan Mo. Jadi dapat dikatakan bahwa, pupuk kandang ini dapat dianggap
sebagai pupuk alternatif untuk mempertahankan produksi tanaman (Pujianto,
2011).
Pemanfaatn limbah biogas urin sapi yang selajutnya di sebut Bio
Sllurry merupakan salah satu bentuk dan alternatif lain dari penggunaan pupuk
organik bagi tanaman cabai merah. Pemanfaatn limbah biogas urin sapi sebagai
pupuk tidak mengurangi nilai pentingnya sebagai pupuk, karena pada saat
dimanfaatkan sebagai bahan bakar yang diambil cuma metananya saja (CH¬4). Dari
sekian banyak kotoran ternak yang terdapat di daerah sentra produksi ternak
banyak yang belum dimanfaatkan secara optimal sebagian diantaranya terbuang
begitu saja, sehingga sering merusak lingkungan yang akibatnya akan
menghasilkan bau yang tidak sedap.
Begitupula untuk limbah biogas urin sapi ini. Jika tidak
mendapat penanganan yang tepat tentu akan menimbulkan pencemaran bagi
lingkungan sekitar (Rahayu, 2005).
Dari uraian diatas maka perlu
dilakukan penelitian mengenai Aplikasi Pupuk Organik (Limbah Biogas) Sebagai
Alternatif untuk Mengurangi Penggunaan Pupuk Anorganik Pada Tanaman Cabai Merah
(Capsicum annuum L.).
·
Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Ø
TujuanPenelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dosis perbandingan
pupuk organik dengan anorganik dalam menekan penggunaan pupuk anorganik
aplikasinya terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman cabai besar.
Ø
Kegunaan Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai
acuan untuk menggunakan pupuk organik dalam budidaya cabai merah serta tambahan
informasi bagi peneliti selanjutnya.
Ø
Hipotesis
Untuk mengarahkan jalannya penelitian ini maka diajukan
hipotesis bahwa penggunaan jenis pupuk dengan dosis perbandingan yang berbeda
pada tanaman cabai merah akan memberikan hasil yang berbeda-beda.
II.
Tinjauan pustaka
·
Tanaman Cabai
Cabai merupakan tanaman sayuran buah semusim yang diperlukan
oleh seluruh lapisan masyarakat sebagi bumbu atau penyedap makanan. Tanaman
cabai memiliki banyak nama populer diberbagai negara. Namun secara umum tanaman
cabai disebut sebagai pepper atau chili. Nama pepper lebih umum digunakan untuk
menyebut berbagai jenis cabai besar, cabai manis, atau paprika. Sedangkan
chili, biasanya digunakan untuk menyebut cabai pedas, misalnya cabai rawit. Di
Indonesia sendiri, penamaan cabai juga bermacam-macam tergantung daerahnya.
Cabai sering disebut dengan berbagai nama lain, misalnya, lombok, mengkreng,
rawit, cengis, cengek, Sebie dan sebutan lainnya (Anonim, 2011 a).
·
Sejarah Penyebaran
Ditinjau dari segi sejarahnya. Tanaman cabai berasal dari
dunia baru (Meksiko, Amerika Tengah dan Pegunungan Andes di Amerika Selatan),
kemudian menyebar ke Eropa pada abad ke-15. Kini tanaman cabai sudah mulai
menyebar ke berbagai Negara tropik, terutama di Asia, Afrika Tropika, Amerika
Selatan dan Karibia. Di Indonesia, tanaman cabai tersebar luas diberbagai
daerah seperti: Purworejo, Kebumen, Tegal, Pekalongan, Pati, Padang, Bengkulu
dan lain sebaginya (Sunaryono, 2003).
·
Klasifikasi tanaman cabai
Secara umum klasifikasi tanaman cabai adalah sebagai
berikut:
Ø
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Ø
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan
berpembuluh)
Ø
Super Divisi : Spermatophyta
(Menghasilkan biji)
Ø
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan
berbunga)
Ø
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua
/ dikotil)
Ø
Sub Kelas : Asteridae
Ø
Ordo : Solanales
Ø
Famili : Solanaceae (suku
terung-terungan)
Ø
Genus : Capsicum
Ø
Spesies : Capsicum annum L.
Cabai
masuk dalam suku terong-terongan (Solanaceae) dan merupakan tanaman yang mudah
ditanam di dataran rendah ataupun di dataran tinggi. Tanaman cabai banyak
mengandung vitamin A dan vitamin C serta mengandung minyak atsiri capsaicin,
yang menyebabkan rasa pedas dan memberikan kehangatan dan panas bila digunakan
untuk rempah-rempah (bumbu dapur). Cabai dapat ditanam dengan mudah sehingga
bisa dipakai untuk kebutuhan sehari-hari tanpa harus membelinya di pasar.
Tanaman cabai cocok ditanam pada tanah yang kaya humus, gembur dan sarang serta
tidak tergenang air (Prabowo, 2011).
·
Morfologi tanaman cabai besar
Cabai merah termasuk tanaman semusim (setahun) yang berbentuk
perdu, tingginya bisa mencapai 11/2 m atau lebih.Daun, Daunnya bervariasi
menurut spesies dan varietasnya. Ada daun yang berbentuk oval, lonjong, bahkan
ada yang lanset. Warna permukaan daun bagian atas biasanya hijau muda, hijau,
hijau tua, bahkan hijau kebiruan. Sedangkan permukaan daun pada bagian bawah
umumnya berwarna hijau muda, hijau pucat atau hijau. Permukaan daun cabai ada
yang halus adapula yang berkerut-kerut. Ukuran panjang daun cabai antara 3 – 11
cm, dengan lebar antara 1 – 5 cm (Suanryono, 2003).
Batang, batang pada tanaman cabai merah tidak berkayu.
Bentuknya bulat sampai agak persegi dengan posisi yang cenderung agak tegak.
Warna batang kehijaun sampai keunguan dengan ruas berwarna hiaju atau ungu.
Pada batang-batang yang telah tua (batang paling bawah), akan muncul warna
coklat seperti kayu. Ini merupakan kayu semu yang diperoleh dari pengerasan
jaringan parenkim. Biasanya batang akan tumbuh sampai ketinggian tertentu,
kemudian membentuk banyak percabangan (Sunaryono, 2003).
Akar,
akar tanaman cabai memiliki perakaran yang cukup rumit. Akar tunggangnya dalam
dengan susunan akar sampingnya (serabut) yang baik. Biasanya di akar terdapat bintil-bintil
yang merupakan hasil simbiosis dengan beberapa mikroorganisme (Prabowo, 2011).
Bunga, Bunga tanaman cabai merupakan bunga sempurna. Artinya
dalam satu tanaman terdapat bunga jantan dan bunga betina. Pemasakan bunga
jantan dan bunga betina dalam waktu yang sama (atau hampir sama), sehingga
tanaman dapat melakukan penyerbukan sendiri. Bunga berbentuk bintang, biasanya
tumbuh pada ketiak daun, dalam keadaan tunggal atau bergerombol dalam tandan.
Dalam satu tandan biasanya terdapat 2 – 3 bunga saja. Mahkota bunga tanaman
cabai warnanya putih, putih kehijauan, dan ungu. Diameter bunga antara 5 – 20
mm. Tiap bunga memiliki 5 daun buah dan 5 – 6 daun mahkota (Prabowo, 2011).
Buah,
Buah cabai merupakan bagian tanaman cabai yang paling banyak dikenal dan
memiliki banyak variasi. Menurut Sanders et. al. (1998), buah cabai terbagi
dalam 11 tipe bentuk, yaitu serrano, cubanelle, cayenne, pimento, anaheim
chile, cherry, jalapeno, elongate bell, ancho, banana, dan blocky bell. Namun
menurut Peet (2001), hanya ada 10 tipe bentuk buah cabai, di mana tipe elongate
bell dan blocky bell dianggap sama (Sudarman, 2006).
·
Syarat Tumbuh Tanaman Cabai Merah
Beberapa syarat tumbuh tanaman cabai
merah diantaranya adalah keadaan iklim, suhu dan keadaan tanah, uraian ketiganya
adalah sebagai berikut:
A. Keadaan
Iklim
Tanama cabai lebih senang tumbuh di daerah yang tipe
iklimnya lembab sampai agak lembab, daerah yang memiliki tipe iklim ABACD,
BABC, CABC, DABC (Menrut Schmidt dan Ferguson). Tanaman cabai tidak senang terhadap
curah hujan lebat, tetapi pada stadia tertentu perlu banyak air. Di daerah yang
iklimnya sangat basah tanaman mudah terserang penyakit daun seperti bercak
hitam (Antraknosa). Oleh karena itu tanaman cabai sangat baik ditanam pada awal
musim kemarau. Pada musim hujan tanaman juga mudah mengalami tekanan (stress),
sehingga bunganya sedikit, dan banyak bunga yang tidak mampu menjadi buah.
Kalaupun bisa berbuah, buahnya akan mudah sekali gugur karena tekanan air hujan
yang lebat (Sunaryono, 2003). Curah hujan yang baik untuk pertumbuhan dan
perkembangan tanaman cabai berkisar antara 600 – 1200 mm/tahun dengan jumlah
bulan basah 3-9 bulan. Walaupun demikian apabila pada waktu berbunga tanaman
cabai kekuranga air, maka banyak bunganya yang akan gugur tidak mampu menjadi
buah. Pada umumnya tanaman cabai lebih senang ditanaman di daerah yang terbuka
(Martodiresi, 2011).
B. Suhu Udara
Suhu udara yang baik bagi pertumbuhan dan perkembangan
tanaman cabai berkisar antara 210C – 280C. Suhu harian yang terlalu terik, yakni
di atas 320C menyebabkan tepung sari tanaman cabai tidak berfungsi untuk
melakukan pembuahan. Selain itu juga suhu harian yang terik dapat menyebabkan
bunga dan buahnya terbakar. Suhu tanahpun juga berpengaruh terhadap penyerapan
unsur hara terutama N dan P. Apabila pada waktu berbunga suhu turun di bawah
150C, maka pembuahan dan pembijiannya terganggu. Pada suhu ini, unsur mikro
yang penting untuk pertumbuhan buah sukar diserap oleh tanaman cabai sehingga
terjadi buah tanpa biji atau parteokarpi. Suhu udara yang rendah, menyebabkan
banyak cendawan penyakit daun menyerang tanaman cabai, teutama apabila disertai
dengan kelembaban tinggi (Sunaryono, 2003).
C. Tanah
Tanah yang subur dan banyak mengandung humus (bahan
organik), gembur dan memiliki drainase baik sanagt cocok untuk budidaya tanaman
cabai merah. Tanaman cabai sebenarnya dapat tumbuh disegala macam tipe tanah,
dan ketinggian tempat. Tanaman cabai merah akan tumbuh baik pada ketinggian 0 –
1300 m dpl. Bahkan pada ketinggian 1500 m dpl pun tanaman cabai merah masih
mampu tumbuh dan berbuah baik. Tanah yang air tanahnya dangkal dan prositasnya
rendah menyebabkan tanaman cabai mudah terserang hama dan penyakit akar,
penyakit layu dan keguguran pada daun dan buahnya. pH tanah yang baik untuk
tanaman cabai berkisar antara 51/2 – 61/2. Namun begitu tanaman cabai sangat
toleran terhadap tanah masam yang pH-nya kurang dari 5 hanya saja buahnya
kurang lebat dan pertumbuhannya kerdil (Martodireso, 2011).
·
Fase Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman Cabai Merah
A. Fase vegetative
Fase muda/vegetatif adalah fase yang dimulai sejak
perkecambah biji, tumbuh menjadi bibit dan dicirikan oleh pembentukan daun-daun
yang pertama dan berlangsung terus sampai masa berbunga dan atau berbuah yang
pertama (Anonim, 2008 b). Pada tanaman cabai merah fase ini dimulai dari
perkecambahan benih sampai tanaman membentuk primordia bunga (Sudarman, 2006).
B. Fase generative
Fase generatif adalah fase yang ditandai dengan lebih
pendeknya pertumbuhan ranting dan ruas, lebih pendeknya jarak antar daun pada
pucuk tanaman, dan pertumbuhan pucuk terhenti (Prihmantoro, 2005). Pada fase
ini terjadi pembentukan dan perkembangan kuncup bunga, buah, biji dan dan
pembentukan struktur penyimpanan makanan (Setiati, 1996).
·
Penggunaan Teknologi Budidaya Tanaman Cabai Merah
1)
Bedengan
Tanaman cabai sebenarnya bisa ditanam dimana saja asal
tanahnya sudah diolah terlebih dahulu agar menjadi gembur dan layak untuk
ditanami sebab kalau tidak begitu maka pertumbuhan akar dan perkembangan
tanaman akan terganggu. Penggunaan bedengan dalam budidaya cabai adalah salah
satu cara yang tepat untuk membantu pertumbuhan akar agar mampu menyokong
perkembangan tanaman cabai menjadi lebih maksimal, selain itu juga menggunakan
bedengan dalam buidaya tanaman cabai membantu agar akar tanaman tidak tergenang
air dan menurut beberapa ahli menggunakan bedengan dalam budidaya tanaman mampu
meningkatkan hasil produksi tanaman cabai. Keuntungan lain dari penggunaan
bedengan dalam budidaya cabai ini diantaranya: mempermudah perawatan, memaksimalkan
dan mengefisiensikan penyerapan pupuk yang diberikan pada tanaman,
meminimalisisr persaingan tanaman cabai dengan gulma dalam mendapatkan unsur
hara (Hadiyanto, 2005).
Pembuatan bedengan biasanya dilakukan setelah tanah dibajak
atau diolah. Pembajakan atau penggaruan dilakukan dengan menggunakan hewan
ternak maupun dengan bajak traktor. Pembajakan dan penggaruan bertujuan untuk
menggemburkan, memperbaiki aerasi tanah dan untuk menghilangkan OPT yang
bersembunyi di tanah. Bedengan dibuat dengan ukuran lebar 100 – 110 cm dengan
ketinggian bedengan 50 – 60 cm dan lebar parit 50 – 60 cm . Panjang bedengan
disesuaikan dengan kondisi lahan (Anonim, 2011 b).
2)
Pemulsaan
Pemasangan mulsa dilakukan setelah bedengan dibuat, mulsa
yang bisa digunakan adalah mulsa plastik yang berwarna hitam perak. Penggunaan
mulsa mutlak diperlukan apalagi jika kita melakukan budidaya cabai pada musim
hujan. Salah satu keuntungan pemakain mulsa plastik ini adalah bisa menekan
serangan hama dan penyakit.
Keuntungan ini muncul karena warna perak akan memantulkan
sinar ultra violet ke permukaan bawah daun yang banyak dihuni oleh hama aphid,
thrips, tungau, ulat dan cendawan. Keuntungan lain dari penggunaan mulsa ini
adalah: mengurangi penguapan air dan pupuk oleh sinar matahari sehingga mampu
menekan biaya pemupukan, penyiraman bahkan penyiangan gulma, mencegah erosi
bedengan pada musim hujan, menjaga kelembaban, suhu dan kegemburan tanah;
mengoptimalkan sinar matahari untuk fotosintesis dengan pantulan sinar matahari
dari lapisan warna perak pada mulsa; menekan pertumbuhan gulma; membantu
merangsang pertumbuhan akar tanaman akibat suhu hangat dalam bedengan; mencegah
hilangnya pupuk akibat siraman air hujan dan mencegah kelebihan air pada media
tanam (Prajanata, 2001).
3)
Pengajiran
Tanaman cabai perlu ditopang pertumbuhannya agar kokoh dan
mampu menopang tajuknya yang rimbun. Pemasangan ajir diusahakan sedini mungkin,
maksimal satu bulan setelah tanam. Ajir biasa dipasang miring membentuk sudut
450 dengan batang tanaman cabai atau tegak lurus dengan batang tanaman (redaksi
Trubus, 2009). Beberapa fungsi dari ajir ini adalah: membantu tegaknya tanaman
dari buahnya yang rimbun, tiupan angin, mengotimalkan sinar matahari pada
tanaman sehingga fotosintesis berlangsung maksimal, membantu penyebaran daun
dan ranting supaya teratur sehingga mempermudah penyiangan dan pemupukan.
Selain itu juga penanaman cabai dengan ajir dapat menaikkan produksi buah cabai
sampai 48% dan dapat mengurangi serangan hama dan penyakit (Prajanata, 2006)
4)
Pupuk
Pupuk adalah material yang ditambahkan pada media tanam atau
tanaman untuk mencukupi kebutuhan hara yang diperlukan tanaman sehingga mampu
berproduksi dengan baik. Pupuk berbeda dari suplemen. Pupuk mengandung bahan
baku yang diperlukan pertumbuhan dan perkembangan tanaman, sementara suplemen
seperti hormon tumbuhan membantu kelancaran proses metabolisme. Dalam pemilihan
pupuk perlu diketahui terlebih dahulu jumlah dan jenis unsur hara yang
dikandungnya, serta manfaat dari berbagai unsur hara pembentuk pupuk tersebut.
Pemberian pupuk harus sesuai dengan kebutuhan tumbuhan, agar tumbuhan tidak
mendapat terlalu banyak zat makanan. Terlalu sedikit atau terlalu banyak zat
makanan dapat berbahaya bagi tumbuhan (Anonim, 2011 c).
Selain menentukan jumlah kebutuhan hara dan jenis pupuk yang
tepat, pengetahuan akan cara aplikasi pupuk yang benar sangat diperlukan.
Sehingga takaran pupuk yang diberikan dapat lebih efisien. Kesalahan dalam
aplikasi pupuk akan berakibat pada terganggunya pertumbuhan tanaman. Bahkan
unsur hara yang dikandung oleh pupuk tidak dapat dimanfaatkan tanaman
(Prajananta, 2007).
Penggolongan
pupuk
Pupuk digolongkan menjadi dua, yakni pupuk organik dan pupuk
anorganik. Pupuk organik adalah pupuk yang terbuat dari sisa-sisa makhluk hidup
yang diolah melalui proses pembusukan (Dekomposisi) oleh bakteri pengurai.
Contohnya adalah pupuk kompos dan pupuk kandang. Pupuk kompos berasal dari
sisa-sisa tanaman, dan pupuk kandang berasal dari kotoran ternak. Pupuk organik
mempunyai komposisi kandungan unsur hara yang lengkap, tetapi jumlah tiap jenis
unsur hara tersebut rendah. Sesuai dengan namanya, kandungan bahan organik
pupuk ini termasuk tinggi (Anonim, 2011 d).
Pupuk an-organik atau pupuk buatan adalah jenis pupuk yang
dibuat oleh pabrik dengan cara meramu berbagai bahan kimia sehingga memiliki
prosentase kandungan hara yang tinggi. Menurut jenis unsur hara yang
dikandungnya, pupuk anorganik dapat dibagi menjadi dua yakni pupuk tunggal dan
pupuk majemuk. Pada pupuk tunggal, jenis unsur hara yang dikandungnya hanya
satu macam. Biasanya berupa unsur hara makro primer, misalnya urea hanya
mengandung unsur nitrogen (Saraswati, 2011).
5)
Limbah Biogas (Sllurry)
Biogas adalah gas yang dihasilkan oleh aktivitas anaerobik
atau fermentasi dari bahan-bahan organik termasuk diantaranya; kotoran manusia
dan hewan, limbah rumah tangga, limbah organik yang biodegradable dalam kondisi
anaerobik. Kandungan utama dalam biogas adalah metana dan karbon dioksida.
Limbah biogas, yaitu kotoran ternak yang telah hilang gasnya (sllurry)
merupakan pupuk organik yang sangat kaya akan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh
tanaman. Bahkan, unsur-unsur tertentu seperti protein, selulose, lignin dan
lain-lain tidak bisa digantikan oleh pupuk kimia. Agar kandungan hara dalam
limbah biogas tinggi maka perbandingan Karbon (C) dan Nitrogen (N) atau disebut
rasio C/N berkisar antara 8-20 (Anonim, 2011).
Dibeberapa daerah seperti di Bali, Subang, Sukabumi dan
beberapa daerah di Jawa lainnya menggunakanan limbah biogas sebagai pupuk.
Penggunaan limbah biogas urin sapi ini terbukti sangat efektif dan efisien
dalam meningkatkan hasil produksi tanamama budidaya. Limah biogas yang biasa
dimanfaatkan oleh petani berbentuk padatan dan cairan. Limbah biogas yang
berbentuk padatan diaplikasikan dengan cara dibenamkan atau ditebarkan ke
tanah. Limbah biogas yang berbentuk cairan diaplikasikan dengan cara disiramkan
ke tanaman. Pupuk yang berasal dari limbah biogas ini bisa langsung dimanfaatkan
oleh tanaman tanpa harus menunggu pupuk tersebut mengalami proses pelapukan
atau pengomposan. Hala ini disebabkan karena pupuk tersebut sudah mengalami
proses dekomposisi oleh bakteri anaerob didalam tabung penampungan (Anonim,
2011 d).
6)
Kandungan hara dalam Sllurry biogas
Komposisi hara dalam bio-sllurry tergantung dari bahan
organik pembuatnya dan jumlah air yang dicampurkan. Jika pakan ternak yang
diberikan kepada sapi adalah tanaman yang memiliki nutrisi-nutrisi tinggi. Maka
bio-sllurry yang dihasilkan juga memiliki kandungan hara yang tinggi pula baik
itu unsur mikro dan unsur makro seperti NPK sebab pada proses permentasi
unsur-unsur tersebut tidak hilang sedikitpun. Kandungan NPK
(nitrogen-fosfor-kalium) di sllurry cair adalah 0,25% (N), 0,13% (P), dan 0,12%
(K)
§
Manfaat Sllurry biogas
ü
Sllurry biogas urin sapi dapat
dimanfaatkan menjadi pupuk kandang yang siap pakai. Bio-sllurry dapat langsung
digunakan untuk tanaman buah dan sayur.
ü
Bio-sllurry segar yang dimanfaatkan
bersama dengan saluran irigasi bermanfaat bagi sayur-sayuran, umbi-umbian,
padi, tebu, pohon buah-buahan, bibit tanaman, dll.
ü
Penyemprotan bio-sllurry (tanpa atau
dengan sedikit pestisida) dapat mengendalikan hama laba-laba merah dan wereng
yang menyerang sayuran, gandum, atau kapas. Dampak yang ditimbulkan bio-sllurry
yang dicampur sama dengan pestisida murni.
ü
Bio-sllurry kering dapat digunakan
sebagai suplemen pakan sapi, babi, dan unggas.
ü
Bio-sllurry dapat digunakan sebagai
pakan ikan.
ü
Bio-sllurry dapat digunakan dalam
budidaya jamur.
·
Cara Aplikasi Pupuk
Ø Cara Aplikasi Pupuk Anorganik
Larikan, dibuat larikan atau parit kecil disamping barisan
tanaman sedalam 6-10 cm. Tempatkan pupuk di dalam larikan tersebut, kemudian
tutup kembali. Cara ini dapat dilakukan pada satu atau kedua sisi baris
tanaman. Pada jenis pepohonan, larikan dapat dibuat melingkar di sekeliling
pohon dengan jari-jari 0,5-1 kali jari-jari tajuk.
Penebaran Secara Merata di Atas Permukaan Tanah, Cara ini
biasanya dilakukan sebelum penanaman. Setelah penebaran pupuk, lanjutkan dengan
pengolahan tanah, seperti pada aplikasi kapur dan pupuk organik. Cara ini
menyebabkan distribusi unsur hara dapat merata sehingga perkembangan akarpun
lebih seimbang.
Pop Up, pupuk dimasukkan ke lubang tanam pada saat penanaman
benih atau bibit. Pupuk yang digunakan harus memiliki kandungan garam yang
rendah agar tidak merusak benih atau biji. Cara ini lazim menggunakan pupuk
jenis SP36, pupuk organik, atau pupuk slow release.
Penugalan, pupuk ditempatkan ke dalam lubang di samping
tanaman sedalam 10-15 cm. Lubang tersebut dibuat dengan alat tugal. Kemudian
setelah pupuk dimasukkan, tutup kembali lubang dengan tanah untuk menghindari
penguapan. Cara ini dapat dilakukan disamping kiri dan samping kanan baris
tanaman atau. Jenis pupuk yang dapat diaplikasikan dengan cara ini adalah pupuk
slow release dan pupuk tablet.
Fertigasi, Pupuk dilarutkan dalam air dan disiramkan pada
tanaman melalui air irigasi. Cara ini dilakukan untuk tanaman yang pengairannya
menggunakan sistem sprinkle. Cara ini telah banyak diterapkan pada tanaman yang
bernilai ekonomi tinggi. Lewat cara ini, akurasi dan penyerapan pupuk oleh akar
dapat lebih tinggi (Lolita dan Mulyati, 2006).
Ø Cara Aplikasi Pupuk Organik
Secara umum pupuk organik diberikan dengan cara ditebar.
Penebaran biasanya dilakukan satu minggu sebelum tanam. Kebutuhan dosis pupuk
organik yang sangat besar seringkali menjadi kendala proses penebarannya.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam aplikasi pupuk organik adalah
sebagai berikut: Penebaran pupuk organik sebaiknya diikuti dengan pengolahan
tanah seperti pembajakan atau penggemburan tanah agar pupuk organik dapat
mencapai lapisan tanah yang lebih dalam. Pemberian pupuk organik dengan dosis
kecil lebih baik dari pada dosis banyak yang diberikan sekaligus. Pada cabai,
tomat, dan beberapa jenis sayuran, pupuk organik sebaiknya ditempatkan pada
lubang tanam satu minggu sebelum bibit ditanam. Jika harus menggunakan pupuk
organik yang belum terurai sempurna (rasio C/N masih tinggi) harus diberi jeda
waktu antara pemberian pupuk organik dan penanaman bibit yakni minimal satu
minggu. Hal itu dilakukan untuk menghindari dampak buruk yang mungkin terjadi
pada tanaman ketika proses penguraian pupuk organik berlangsung (Anonim, 2011
e).
v
Pemupukan Pada Tanaman Cabai
Keberhasilan budidaya cabai merah
selama ini tidak lain karena dukungan program intensifikasi seperti penggunaan
pupuk yang tepat, pengendalian hama dan penyakit, dan adopsi teknologi-teknologi
baru. Disamping itu, peningkatan jumlah produksi cabai merah sangat dipengaruhi
oleh penggunaan kultivar-kultivar yang tahan dengan daya hasil yang tinggi.
Namun demikian agar tetap berproduksi tinggi tanaman cabai merah tetap
membutuhkan pasokan unsur hara yang tinggi bagi pertumbuhan dan perkembangannya
(Suryanto, 2011). Berikut beberapa tahapan dalam pemupukan tanaman cabai merah.
Ø Waktu Pemberian Pupuk
Pupuk organik seperti SP 36 dan KCL
diberikan seluruhnya sebagi pupuk dasar, yaitu satu hari sebelum tanam. Untuk
pupuk-pupuk seperti Urea dan ZA diberikan secara bertahap. Setengah bagian
diberika sebagai pupuk susulan pertama yaitu 14 hari setelah tanam. Setengah
sisanya diberikan sebagai pupuk susulan kedua, yaitu pada 28 hari setelah tanam
(Anonim, 2011 e).
Ø Pupuk Dasar dan Pupuk Susulan
Pupuk dasar diberikan dengan cara
ditabur secara merata dan kemudian dicampur tanah. Pupuk susulan baik pertama
maupun kedua diberikan dengan cara diletakkan dalam tugal yang dibuat sedalam
5-10 cm dengan jarak 10 – 15 cm di kiri kanan tanaman atau barisan tanaman.
Pupuk dasar diberikan pada awal proses penanaman (Anonim, 2011 c).
Ø Pupuk Pelengkap
Pupuk pelengkap cair diberikan 4
kali dengan dosis 1.25 cc/liter air atau 6,25 cc/500 liter air setiap kali
penyemprotan. Tahap pertama diberikan pada 20 hari setelah tanam (HST), tahap
kedua diberikan pada pada 30 HST dan tahap ketiga di berikan pada 40 HST, serta
tahap keempat diberikan pada 40 HST.
III. Metode
Penelitian
Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah
metode eksperimental dengan percobaan di lapangan.
a.
Rancangan
Percobaan
Rancangan percobaan yang akan digunakan dalam penelitian ini
adalah Rancangan Acak Kelompok (Randomized Block Design) yang terdiri dari 5
kombinasi perlakuan yaitu:
1. K1 = 0,5 kg Bio-Sllurry/tanaman setara dengan 20 ton/ha + 0
gr Urea/tanaman, 0 gr TSP/tanaman dan 0 gr KCL/tanaman setara dengan 0 kg/ha
Urea, 0 kg/ha TSP dan 0 kg/ha KCL
2. K2 = 0,38 kg Bio-Sllurry/tanaman setara 15 ton/ha + 0,94 gr
Urea/tanaman, 0,63 gr TSP/tanaman dan 6,3 gr KCL/tanaman setara dengan 37,5
kg/ha Urea, 25 kg/ha TSP dan 25 kg/ha KCL
3. K3= 0,25 kg Bio-Sllurry/tanaman setara dengan 10 ton/ha +
1,88 gr Urea/tanaman, 1,25 gr TSP/tanaman dan 1,25 gr KCL/tanaman setara dengan
75 kg/ha Urea, 50 kg/ha TSP dan 50 kg/ha KCL
4. K4= 0,13 kg Bio-Sllurry/tanaman setara dengan 5 ton/ha +
2,81 gr Urea/tanaman, 1,88 gr TSP/tanaman dan 1,88 gr KCL/tanaman K setara
dengan 112,5 kg/ha Urea, 75 kg/ha TSP dan 75 kg/ha KCL
5. K5= 0 kg Bio-Sllurry/tanaman setara dengan 0 ton/ha + 3,75
gr Urea/tanaman, 2,5 gr TSP/tanaman dan 2,5 gr KCL/tanaman setara dengan 150
kg/ha Urea, 100 kg/ha TSP dan 100 kg/ha KCL
Setiap kombinasi perlakuan diulang
sebanyak lima kali sehingga seluruh percobaan menjadi 25 petak percobaan.
b.
Analisis
Data
Data hasil pengamatan dianalisis dengan menggunakan analisis
keragaman (Analisis of Variance) pada taraf nyata 5%. Beda nyata antar
perlakuan diuji lanjut dengan Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf nyata yang
sama.
c.
Tempat dan
Waktu Percobaan
Percobaan ini akan dilaksanakan di Kelurahan Rembiga di
lahan sawah milik petani. Mulai dari bulan April 2011-Juli 2011.
d.
Pelaksanaan
Percobaan
1. Persiapan
Benih
Benih yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah benih
cabai merah. Sebelum disemai benih direndam dengan menggunakan air hangat
dengan suhu ± 50 0C selama 1 jam dengan tujuan untuk mempercepat pertumbuhan
benih Cabai. Kemudian air rendaman biji dibuang. Biji dimasukkan kedalam lubang
tray yang telah diisi media semai dan sudah disemprot dengan pestisida nabati.
2. Persemaian
Media persemaian yang akan digunakan adalah pupuk kandang
sapi + pasir + tanah yang telah diayak dengan perbandingan 1:1:1 dicampur
merata dan dimasukan ke dalam bak semai/seedling/ tray. Setelah media semai
dimasukkan ke dalam tray kemudian disemprot dengan menggunkan pestisida nabati
yang dibuat dari daun Imbe. Benih dimasukan ke dalam lubang dengan jumlah satu
biji per lubang. Tray ditempatkan di rumah semai atau atap peneduh yang telah
dibuatkan terlebih dahulu dari atap plastik.
3. Persiapan
Pupuk
Bio-Sllurry diambil dari tempat penampungan milik petani.
Sllurry yang diambil adalah sllurry yang sudah jadi dengan cirri-ciri tidak
memiliki bau dan gas-gas metananya sudah hilang. Sllurry kemudian dipisahkan
antara padatan dan cairan. Sllurry padat dapat diaplikasikan melalui tanah
dengan cara dibenamkan atau disebar. Sedangkan sllurry cair dapat diaplikasikan
dengan cara penyemprotan atau penyiraman. Sebelum Bio-sllurry diaplikasikan
pada tanaman maka harus diketahui C/N ratio dari Sllurry tersebut. C/N ratio
yang baik bagi tanaman berkisar anatar 8-20. Untuk mengetahui berapa kandungan
C/N ratio dari Bio-Sllurry yang digunakan maka dilakukan anlisis di
laboratorium.
Sllurry yang siap pakai kemudian ditimbang atau diukur
sesuai dengan kebutuhan pertanamannya. Setelah ukuran didapat Sllurry kemudian
disebar pada bedengan yang telah disiapkan sebelumnya.
4. Pembuatan
Bedengan
Lahan yang akan digunakan untuk penanaman dibersihkan
kemudian dilakukan pengolahan lahan dengan cara dibajak. Bedengan dibuat
sebanyak 30 petak dibagi dalam 3 blok. Bedengan dibuat dengan tinggi 20 cm.
Jarak antar bedengan dalam satu blok yaitu 50 cm. Ukuran bedengan adalah 4m x
1m. Jarak antar blok 100 cm dengan arah blok bedengan adalah timur-barat.
5. Pemasangan
mulsa
Pemulsaan dilakukan dengan menggunakan mulsa alami yang
berasal dari jerami padi. Pemasangan mulsa jerami dilakukan setelah bedengan
selesai dibuat.
6. Penanaman
Penanaman dilakukan 3-4 minggu setelah persemaian atau bibit
tanaman cabai merah rata-rata mempunyai jumlah daun 4 helai. Setiap bedengan
terdiri dari 3 baris tanaman, dimana setiap baris terdiri dari 10 tanaman
sehingga pada setiap bedengan terdapat 30 tanaman.
7. Pembuatan
lubang tanam
Pembuatan lubang tanam dilakukan menggunakan kaleng bekas
dengan diameter lingkaran 10 cm. Kedalaman lubang tanam adalah 10 cm dari
permukaan bedengan.
8. Penentuan
jarak tanam
Jarak tanam yang digunakan adalah 50 cm antar baris dan 50 cm
antar tanaman dalam baris. ini bertujuan untuk memperlancar sirkulasi udara dan
sinar matahari sehingga kelembaban bisa ditekan dan penyakit tidak mudah
berkembang.
9. Pemasangan
Ajir
Pemasangan ajir pada penelitian ini menggunakan sistem
posisi ajir tegak. Ajir terbuat dari bilah bambu dengan panjang 150 cm. Ajir
dipasang 2 minggu setelah penanaman dilakukan.
10. Pemeliharaan
a.
Penyiraman: Penyiraman dilakukan
pada pagi dan sore hari sampai tanaman berumur 2 minggu setelah tanam.
b.
Pemupukan: Pemberian pupuk sebanyak
20 ton/ha pupuk kandang atau 15 kg/bedeng, 150 kg/ha pupuk urea atau 3,75
g/tanaman, 100 kg/ha pupuk TSP atau 2,5 g/tanaman, dan 100 kg/ha pupuk KCl atau
2.5 g/tanaman. Pupuk diberikan dengan dua cara yaitu: dengan cara
ditugal/ditanam disekitar batang tanaman dan dengan cara disebar merata pada
bedengan. Pupuk sllurry diberikan satu minggu sebelum tanam sedangkan untuk
pupuk seperti TSP dan KCL diberikan satu hari sebelum tanamam. Pupuk urea
diberikan dengan dua tahapan yaitu tahap pertama pada saat tanaman berumur 14
hari dan tahap kedua saat tanaman berumur 28 hari.
c.
Penyulaman: Penyulaman dilakukan
seminggu setelah tanam pada tanaman-tanaman yang mati atau pertumbuhanya kurang
baik diganti dengan bibit baru yang telah disiapkan.
d.
Perompesan: Perompesan dilakukan
dengan tujuan memperoleh buah yang berkualitas baik dan mencegah terjadinya
penyakit. Perompesan dilakukan pada tunas-tunas muda yang tumbuh di ketiak
cabang/batang.
e.
Pembubunan: Pembubunan dilakukan
jika tanah disekitar perakaran atau batang bawah tanaman cabai berkurang akibat
air hujan ataupun karena penyiraman.
f.
Sanitasi kebun: salah satu perawatan
yang juga harus dilakukan adalah menjaga sanitasi kebun, meliputi penjagaan
areal kebersihan kebun. Sanitasi kebun dilakukan dengan membuang daun, buah dan
batang tunas hasil perampelan.
g.
Pengendalian hama dan penyakit:
Pengendalian hama dan penyakit tanaman dapat dilakukan dengan memberika
pestisida nabati yang berasal dari daun imbe dengan cara penyemprotan secara
teratur. Usaha lain adalah menyiangi kemungkinan adanya gulma serta pengawasan
secara rutin dan berkala terhadap tanaman, sehingga ketika gejala hama dan
penyakit menyerang, dapat sedini mungkin teratasi.
11. Pemanenan
Panen pertama akan dilakukan setelah buah cabai menunjukan
kematangan dengan kriteria matang 80-90 % dan pemetikan dilakukan pada pagi
atau sore hari untuk mengurangi penyusutan kuantitas dan kandungan gizi buah.
12. Pengamatan
a)
Penentuan
Tanaman Sampel
Dalam satu petak terdapat 30 tanaman. Dalam setiap petak
perlakuan ditentukan 5 tanaman sampel. Tanaman sampel ditentukan secara acak
pada masing-masing petak dengan system sistematis randem sampling. Dimana yang
diacak hanya tanaman pertaman pada tiap bedengan. Baru kemudian tanaman sampel
berikutnya ditentukan selang tiga tanaman dari tanaman pertama dan seterusnya
untuk sampel berikutnya.
b)
Parameter
Pengamatan
Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah: tinggi
tanaman, jumlah daun, umur tanaman saat berbunga, jumlah cabang produktif, umur
tanaman saat berbuah, persen bunga menjadi buah, berat buah per buah, berat
buah per petak, berat buah per tanaman, jumlah buah pertanaman, berat kering
tanaman, Panjang Buah dan diameter buah.
c)
Cara
Pengamatan
ü
Tinggi tanaman (cm)
Pengamatan tinggi tanaman dilakukan
dengan cara mengukur batang utama tanaman dari atas permukaan media tumbuh
sampai titik tumbuh tertinggi. Pengukuran tinggi tanaman dilakukan sejak
tanaman berumur 7, 14, 21, 28, 35, 42, dan 49 hari setelah tanam.
ü
Jumlah daun (helai)
Pengamatan jumlah daun dilakukan
pada umur 7, 14, 21, 28, 35, 42, dan 49 hari setelah tanam. Pengamatan
dilakukan dengan menghitung jumlah daun tanaman.
ü
Umur tanaman Saat Berbunga (hst)
Pengamatan dilakukan dengan cara
menghitung umur tanaman dari saat tanam sampai tanaman membentuk bunga pada
masing-masing petak perlakuan.
ü
Jumlah Cabang Produktif
Pengamatan dilakukan dengan cara
menghitung jumlah cabang tanaman yang menghasilkan bunga dan buah. Pengamatan
dilakukan saat tanaman berumur 9 minggu setelah tanam atau tanaman telah mulai
barbunga.
ü
Umur tanaman saat berbuah (hst)
Pengamatan dilakukan dengan cara
menghitung umur tanaman dari saat tanam sampai tanaman telah menunjukan 50%
populasi berbuah pada masing-masing petak perlakuan.
ü
Jumlah buah pertanaman
Pengamatan dilakukan dengan cara
menghitung jumlah buah pada setiap tanaman sampel. Pengamatan dilakukan pada
saat pemanenan.
ü
Berat buah perbuah
Pengamatan dilakukan dengan
menimbang berat buah per buah pada tanaman sampel.Berat buah perpetak.Pengamatan
dilakukan dengan menimbang berat buah per petak perlakuan setiap kali panen.persentase
bunga menjadi buah.Pengamatan dilakukan pada saat pembungaan dan pembuahan.
Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah bunga yang terbentuk dan menghitung
buah yang tebentuk. Untuk menghitung persentase bunga menjdi buah ini dapat
menggunakan rumus:
bunga menjadi buah= (jumlah buah)/(jumlah bunga ) x100%
Berat Kering tanaman
Pengamatan dilakukan dengan menimbang berangkasan kering
tanaman sampel setelah dikering oven pada suhu 700C sampai mencapai berat
konstan. Pengamatan dilakukan setelah panen terakhir dengan cara mengoven semua
bagian tanaman. Sebelum dioven batang tanaman cabai dipotong menjadi ukuran
yang lebih kecil agar mudah dalam pembungkusannya.
ü
Diameter buah (cm)
Setelah buah dipanen dilakukan
pengukuran diameter buah menggunakan jangka sorong. Pengukuran buah dilakukan
pada tanaman sampel dengan mengukur lingkaran buah yang paling lebar.
ü
Panjang buah (cm)
Setelah buah dipanen dilakukan
pengukuran terhadap panjang buah menggunakan mistar atau penggaris. Pengukuran
panjang buah dilakukan pada buah tanaman sampel dengan mengukur ujung bawah
buah samapai.
d)
Bahan dan
Alat Percobaan
ü
Bahan Percobaan
Adapun bahan-bahan yang digunakan
dalam percobaan ini adalah Cabai Merah, air, tanah, pasir, sllurry biogas,
Pupuk Urea, TSP, KCL, pestisida nabati.
ü
Alat percobaan
Alat yang digunakan adalah, trey
(bak semai), pisau, mulsa plastik hitam perak, kawat bendrat, cangkul, sabit,
ajir bambu, alat penyemprot, gembor, penggaris, jangka sorong, tali rafia,
sekop, sapu lidi, gunting pangkas, gayung, sabit, dan alat tulis menulis.
IV.
Daftar pustaka
·
Anonim, 2011 a. Budidaya Cabai
Merah. http://epetani.deptan.go.id/budidaya/ 909. 1 h. (15 Januari 2011)
·
2011b. Membudidayaka Tanaman Cabai. http://tipspetani.blogspot.com/2010/04. 1 ha (20 januari 2011)
·
2011c. Jenis – Jenis Pupuk Dan Cara
Aplikasinya. http://eone87.wordpress.com/2010/04/03/. 3h (15 Januari 2011).
·
.2011d. Pupuk Organik Sebagai
Jembatan Pertanian Berkelanjutan. http://www.ipb.ac.id/ edit.pdf. 7ha.(15 Januari 2011).
·
.2011e. Nutrisi Tanaman. http://berasorganikmerden.wordpress.com/2010/07/01. 2 ha. (19 Januari 2011)
·
Badan Pusat Statistik NTB, 2007.
Statistik Produksi Tanaman Horticultural Provinsi NTB. Mataram, NTB.
·
Badan Pusat Statistik NTB, 2010.
Statistik Tanaman Sayuran Dan Buah Semusim Indonesia. Jakarta. Indonesia.
·
Hadiyanto, Iskandar. 2005. Bertanam
Cabai. Balai Pustaka (Persero). Jakarta. 35 ha
·
Martodireso, sudadi dan Widada Agus
Suryanto.2011. Terobosan Teknologi Pemupukan Dalam Era Pertanian Organik.
Kanisius. Cetakan ke VII. Yoyakarta. 78h.
·
Ma’shum Mansur. 2005. Kesuburan
Tanah dan Pemupukan. UPT Mataram University press. Cetakan IV. Mataram.
·
Mulyati dan Lolita E.S. 2006. Pupuk
Dan Pemupukan. UPT Mataram University press. Cetakan I. Mataram.
·
Prajanata, Final. 2007. Kiat Sukses
Bertanam Cabai Di musim Hujan. Penebar Swadaya. Cetakan ke XII. Jakarta 64h.
·
Prajanata, Final. 2006. Agribisnis
Cabai Hibrida. Penebar Swadaya. Jakarta. 162 ha.
·
Purwanto, Joko. 2007. Bertanam Cabai
Rawit Di Pekarangan. CV. Sinar cemerlang Abadi. Jakarta. 57h.
·
Rahayu, Sugi dkk, 2011. Pemanfaatan
Kotoran Ternak Sapi Sebagai Sumber Energi Alternatif Ramah Lingkungan Beserta
Aspek Sosio Kulturalnya. http://www.tenangjaya.com/index.php/relevan-artikel/biogas-limbah-peternakan-sapi.htm. 13h. (23 Maret 2011)
·
Redaksi TRUBUS. 2001. Bertanam Cabai
Dalam Pot. Penebar Swadaya. Jakarta. 42 ha.
·
Saraswati, Ratih. 2011. Teknologi
Pupuk Mikroba. http://balittanah.litbang.deptan.go.id/dokumentasi/buku/tanahsawah/tanahsawah6.pdf. 21h (10 Januari 2001)
·
Sunaryono, Hendro H. 2003. Budidaya
Cabai Merah. Sianar Baru Algensindo.Cetakan Ke V. Bandung. 46 h.
·
Suryadikarta, Didi Arti. 2006. Pupuk
Organik dan Pupuk Hayati. Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian. Bogor.
·
Wijaya. K.a. 2008. Nutrisi Tanaman
Sebagai Penentu Kualitas Hasil dan Resistensi Alami Tanaman. Prestasi Pustaka
Publisher.cetakan I. Jakarta. 121 h.
·
Wiryanta, Bernadinus T.W. 2001.
Bertanam Cabai Pada Musim Hujan. PT. Agromedia Pustaka. Jakarta. 91 ha.